Jakarta (ANTARA News)- Komunitas organisasi non-pemerintah berpendapat debat tiga calon presiden (Capres) Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla yang dilakukan di studio salah satu televisi swasta tidak memprogramkan penghapusan utang dalam dan luar negeri.

"Dari tiga capres, tak satu pun yang menyebutkan pentingnya penghapusan atau menghentikan utang luar negeri," kata kata Direktur Institut Hijau Indonesia, Chalid Muhammad di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, meski secara samar ada capres yang menyebutkan perlu dilakukan restrukturisasi, tapi tidak mengatakan pentingnya menghentikan utang tersebut.

Bahkan, katanya, ada juga yang menyebutkan tidak usah berutang, tapi strategi pembiayaannya tidak terlalu dalam dijelaskan.

"Kalau ketiganya mencerminkan seperti itu, saya khawatir kemiskinan di tahun 2014 mendatang atau di akhir jabatan presiden yang terpilih nanti akan meningkat dari jumlah sekarang," katanya.

Ia mengatakan, keterpurukan ekonomi bangsa Indonesia itu, karena dari total stok utang per 31 Oktober 2008 mencapai Rp1,6 triliun, naik tajam dibanding 2005 Rp1,2 triliun. Bahkan utang luar negeri yang jatuh tempo 2009 sebesar 6.514 miliar dolar AS.

Utang, kata dia, dikelola dengan strategi konservatif, lewat mekanisme pasar sehingga membuat ketergantungan yang semakin mencekik.

Ia juga mengungkapkan, privatisasi dan liberalisasi ternyata syarat transaksi utang luar negeri baru baik untuk sektor pendidikan, kesehatan, pangan dan energi.

"Utang adalah salah satu sumber kemiskinan yang tak mampu diteropong ketiga capres itu," kata Chalid.

Menurut dia, debat ketiga capres itu, tidak memberikan sinyal perubahan paradigma perekonomian yang dipilih ke depan mengatasi kemiskinan dan pengangguran.

Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (Infid), Donatus K Marut, mengatakan yang sangat fundamental dalam debat capres itu ketiganya tidak memahami masalah subsidi.

Di dalam konstitusi, kata dia, tidak ada istilah subsidi karena yang ada hanya kewajiban negara untuk melindungi rakyat dan mensejahterakan rakyat. Negara memberi subsidi pada rakyat itu menurut dia dimanakan konsep negara kontrak karya.

"Ada kontrak negara dan rakyat itu hanya terjadi pada negara yang dibangun antara kelompok tani dengan negara dalam sistem kerajaan," katanya.

Menurut dia, tiga capres itu seolah-olah menempatkan dirinya sebagai dermawan, memberi subsidi kepada kepada rakyat yang tidak mampu, padahal warga tidak mampu itu karena disebabkan oleh negara.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009