Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diajukan Rizal Ramli, Ketua Umum Komite Bangkit Indonesia (KBI).

"Menyatakan permohonan Pemohon ditolak," kata pimpinan majelis hakim konstitusi, Moh Mahfud MD, dalam pembacaan putusan permohonan pengujian Pasal 160 KUHP, di Jakarta, Rabu.

Pemohon Rizal Ramli menilai Pasal 160 KUHP bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E ayat (2), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.

Pasal 160 KUHP menyebutkan Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan atau supaya jangan menurut peraturan undang-undang atau perintah yang sah yang diberikan menurut peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun atau denda Rp4.500.

Pasal 28 UUD 1945 menyebutkan Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Majelis hakim dalam kesimpulan, menyatakan Pasal 160 KUHP adalah "conditionally constitutional" dalam arti konstitusional sepanjang ditafsirkan sebagai delik materiil.

"Pasal 160 KUHP adalah conditionally constitutional dalam arti konstitusional sepanjang ditafsirkan sebagai delik materiil," katanya.

Majelis hakim menyatakan dalil pemohon mengenai penerapan Pasal 160 KUHP yang dianggap merupakan pembunuhan karakter, hal tersebut bukan berkaitan dengan konstitusional normal.

"Melainkan berkaitan dengan kerugian yang diderita sebagai akibat penerapan hukum yang tidak tepat," katanya.

Terkait ketentuan Pasal 160 KUHP yang dianggap menghambat setiap orang untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat hingga bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945, majelis hakim menyatakan hak konstitusional pemohon tidak dihalangi oleh ketentuan Pasal 160 KUHP.

"Karena pasal tersebut hanya berkaitan dengan larangan menghasut untuk melakukan kekerasan kepada penguasa umum, menghasut untuk melakukan tindak pidana, menghasut untuk melanggar Undang-Undang, atau menolak perintah jabatan yang diberikan oleh Undang-Undang," katanya.

Majelis hakim menambahkan sedangkan Pemohon tetap bebas memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara sepanjang tidak dilakukan, salah satunya dengan cara-cara sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 160 KUHP.

"Pasal 160 KUHP adalah conditionally constitutional dalam arti konstitusional sepanjang ditafsirkan sebagai delik materiil," katanya.

Seperti diketahui, permohonan pengujian materi tersebut terkait aksi unjuk rasa penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), hingga menyeret Ferry Juliantono selaku Sekretaris Jenderal KBI menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009