Jakarta (ANTARA) - Tepat 11 Mei 37 tahun yang lalu, klub Skotlandia Aberdeen menciptakan kejutan keluar sebagai juara Piala Winners setelah menjungkalkan salah satu raksasa Eropa, Real Madrid, dalam partai final di Stadion Nya Ullevi, Gothenburg, Swedia.

Di balik kejutan itu, terselip satu nama yang bertanggung jawab penuh yakni Alex Ferguson.

Ferguson, kala itu belum genap berusia 42 tahun, menandai musim kelimanya di Aberdeen dengan membuat The Dons menjadi tim Skotlandia ketiga yang mencapai partai final dan menjuarai kompetisi Eropa.

Prestasi serupa sebelumnya hanya dimiliki oleh dua tim ibu kota Glasgow, Celtic dan Rangers. Celtic juara Piala Champions pada 1967 sedangkan Rangers menjuarai Piala Winners lima tahun berselang.

Direkrut ke Stadion Pittodrie mulai 1978 bermodalkan prestasi membawa St. Mirren promosi ke Divisi Utama Liga Skotlandia berbekal juara liga kasta kedua semusim sebelumnya, Ferguson cuma butuh satu musim untuk mengantarkan The Dons meraih trofi tertinggi Skotlandia keduanya.

Hanya saja, petualangan pertama Ferguson di Eropa tak bertahan lama sebab Aberdeen tersingkir di putaran kedua Piala Champions hancur lebur kalah agregat 0-5 di tangan Liverpool.

Musim 1980/81, Ferguson gagal mempertahankan gelar juara Divisi Utama Skotlandia dan Aberdeen hanya berhak mengikuti Piala UEFA (kala itu dianggap kasta ketiga kompetisi Eropa) untuk musim berikutnya.

Di Piala UEFA 1981/82, Aberdeen mencapai putaran ketiga tapi kekalahan 1-3 dari Hamburg SV dalam leg kedua saat bertandang ke Volksparkstation membuat langkah tim besutan Ferguson lagi-lagi terhenti.

Pun demikian, di kompetisi domestik Ferguson sukses mengangkot trofi Piala Skotlandia bersama Aberdeen mengalahkan Rangers 4-1 lewat babak tambahan waktu.

Maka kisah dimulailah kisah legendaris keberhasilan Aberdeen menjuarai Piala Winners 1982/83. Kisah yang kekal sebagai ajang perkenalan dunia dengan tangan dingin Ferguson.

Halaman selanjutnya: Aberden tampil sebagai...
Manfaat diremehkan

Aberdeen tampil sebagai tim yang tak diunggulkan dan Real Madrid disinyalir cenderung meremehkan lawannya itu, walhasil kubu Skotlandia itu memetik untung besar dari situasi tersebut.

Di kalangan penggemar sepak bola berkembang legenda bahwa Ferguson memberikan sebotol wiski kepada pelatih Real Madrid, Alfredo di Stefano, sebelum pertandingan final.

Hal itu boleh jadi perwujudan taktik untuk membuat lawan lengah, sesuatu yang diakui Ferguson dalam otobiografinya diajarkan oleh Jock Stein, pelatih yang sukses membawa Celtic juara Piala Champions 1967.

"Buat dia merasa penting. Seolah-olah kalian sudah gembira dengan hanya mencapai final," demikian Ferguson mengingat nasihat Stein sebagaimana dilansir Daily Mail 24 Mei 2009.

Padahal, Aberdeen seharusnya tak boleh diremehkan jika menilik rute mereka menuju final. Aberdeen mengawali langkah mereka di Piala Winners dengan mencukur Sion 7-0 di kandang sebelum melengkapinya lewat kemenangan 4-1 kala bertandang ke Swiss.

Setelah melewati Dinamo Tirana (Albania) dan Lech Poznan (Polandi) pada putaran pertama dan kedua, Aberdeen sudah menciptakan kejutan lain kala menyingkirkan Bayern Muenchen.

Ketika itu Bayern sudah punya reputasi sebagai salah satu tim elit Eropa, antara lain berupa rekam jejak juara triruntun Piala Champions 1974-1976 dan satu trofi Piala Winners 1967, dan Aberdeen sukses menahan imbang mereka tanpa gol kala bertandang ke Olympiastadion, Jerman.

"Ketika kami imbang 0-0 di sana, saya satu-satunya orang yang kesal sebab saya pikir kami butuh setidaknya gol tandang," kata Ferguson dilansir BBC 9 Mei 2013.

"Kami bermain sangat fantastis tapi sedikit sial. Dua peluang kami membentur tiang," ujarnya menambahkan.

Halaman selanjutnya: Kekhawatiran Ferguson sempat...
Kekhawatiran Ferguson sempat menyeruak ketika Bayern unggul 10 menit setelah sepak mula leg kedua di hadapan publik Pittodrie, melalui gol Klaus Augenthaler, yang untungnya bisa disamakan oleh Neil Simpson enam menit jelang turun minum.

Keteledoran di lini belakang membuat Aberdeen tertinggal lagi ketika sundulan sapuan Alex McLeish terlalu lemah dan bisa dikonversi Johannes Christians Pfluegler untuk membawa Bayern kembali memimpin pada menit ke-61.

Tetapi, dua gol cepat membawa Aberdeen berbalik unggul ketika McLeish membayar dosanya pada menit ke-77 yang segera disusul gol penentu kemenangan oleh John Hewitt semenit kemudian.

"Bayern tiba-tiba membeku, sepenuhnya," kata McLeish mengenang momen tersebut dalam laporan BBC 9 Mei 2013.

"Kami tetap bersikap relaks dan dalam semenit mereka lengah dan satu dua pemain berkacak pinggang, bahkan kipernya," ujarnya menambahkan.

Aberdeen lolos ke semifinal dan mudah saja melewati wakil Belgia Waterschei Thor dengan kemenangan agregat 5-2, tetapi pengalaman Bayern seharusnya sudah menjadi tanda peringatan bagi Real Madrid dan Di Stefano.


Memindahkan Pittodrie ke Nya Ullevi

Tampil di final Piala Winners adalah pencapaian tertinggi Aberdeen kala itu, tentu saja para suporter mereka tak keberatan untuk menyeberangi Laut Utara untuk mencapai Gothenburg.

Sedikitnya 12 ribu suporter Aberdeen menyaksikan langsung partai final Piala Winners 1982/83 di Gothenburg. Dalam kata lain mereka memindahkan lebih dari separuh kapasitas Pittodrie ke Nya Ullevi malam itu.

Halaman selanjutnya: Antusiasme lebih rendah...
Antusiasme lebih rendah diperlihatkan oleh para suporter Real Madrid, boleh jadi mereka mungkin tak mencapai sisa 5.000-an penonton dari total 17.804 tiket yang terjual untuk laga tersebut.

Di Stefano sudah dikelabui Ferguson, demikian juga suporter Real Madrid terlanjur jemawa untuk mendukung langsung tim kesayangannya.

Tujuh menit pertandingan berjalan kejemawaan itu segera dihempaskan oleh Eric Black yang membawa Aberdeen unggul, tetapi keteledoran McLeish melepas umpan balik membuat kiper Jim Leighton terpaksa menjatuhkan lawan dan dari titik putih Real Madrid menyamakan kedudukan lewat eksekusi Juanito pada menit ke-14.

Skor imbang 1-1 bertahan hingga waktu normal usai, pertandingan dilanjutkan ke babak tambahan. Pada menit ke-112, Hewitt --baru masuk tiga menit jelang berakhirnya waktu normal menggantikan Black-- menanduk umpan silang Marc McGhee dan memperdaya kiper Agustin Rodriguez.

Sisa waktu tujuh menit dimanfaatkan Aberdeen untuk mencegah kebangkitan Real Madrid dan ketika peluit tanda laga usai berbunyi, Di Stefano hanya punya sebotol wiski --jika benar legenda yang beredar-- sedangkan Ferguson menggenggam trofi Piala Winners perdananya.


Kolam-kolam yang lebih besar

Ferguson dan skuat Aberdeen beserta ratusan penggemarnya tiba di Aberdeen menumpangi kapal ferry St. Clair membawa pulang trofi Piala Winners mengawinkannya dengan trofi Piala Skotlandia yang sudah dimenangi musim itu.

Bersama Aberdeen Ferguson menghabiskan tiga musim lagi, menambahkan trofi Piala Super Eropa, dua gelar juara liga, satu trofi Piala dan satu trofi Piala Liga Skotlandia.

Sejumlah percobaan berikutnya bagi Aberdeen dan Ferguson di Eropa tak membuahkan hasil positif, tapi ia dipercaya mewarisi kursi pelatih kepala tim nasional Skotlandia dalam Piala Dunia 1986.

Halaman selanjutnya: Ferguson sudah banyak...
Ferguson sudah banyak membantu timnas Skotlandia selama fase kualifikasi, tetapi menyusul berpulangnya Stein pada 10 September 1985, ia dipercaya untuk mendampingi Skotlandia di putaran final Piala Dunia 1986.

Akan tetapi setelah gagal melewati fase penyisihan grup, Ferguson mundur dan namanya mulai dihubung-hubungkan dengan sejumlah pekerjaan di Liga Inggris (saat itu masih era Divisi Utama).

Tawaran yang datang dari Tottenham Hotspur dan Arsenal ditolak oleh Ferguson, ia memutuskan bertahan di Aberdeen pada awal musim 1986/87. Pada saat bersamaan di Manchester United, kursi manajer Ron Atkinson kian hari kian panas karena performa buruk berlanjut dari musim sebelumnya, setelah mereka hanya berakhir jadi peringkat keempat setelah mengawali musim 1985/86 dengan 10 kemenangan beruntun.

Performa buruk berupa hanya tiga kemenangan dan enam kekalahan dari 13 pertandingan pertama musim 1986/87 membuat MU memecat Atkinson dan yang ditunjuk sebagai pengganti adalah Ferguson.

Tepat pada 6 November 1986, Ferguson memulai kiprahnya di Old Trafford, kolam yang lebih besar untuk "seekor ikan" yang sudah mulai berukuran melampaui Pittodrie. Karier Ferguson di MU memang tidak serta mulus, tapi kemudian menjadi salah satu yang paling fantastis.

Namun, harus diakui, trofi Piala Winners 1983 Aberdeen adalah momen perkenalan masyarakat sepak bola dunia dengan sosok bernama Alex Ferguson.

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2020