Medan (ANTARA News) - DPRD Sumatera Utara mempertanyakan dana revitalisasi perkebunan di daerah itu yang "parkir" di perbankan dan tidak dapat dimanfaatkan karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) lamban mensertifikasi lahan petani.

"Kita menyayangkan dana skim kredit revitalisasi perkebunan di Sumut harus `parkir` di perbankan, sehingga program ini dikhawatirkan terancam gagal," ujar anggota Komisi B DPRD Sumut H Syahrul M Pasaribu pada sebuah rapat dengar pendapat dengan jajaran Dinas Perkebunan Sumut di Medan, Senin sore.

Ia mengakui program revitalisasi perkebunan sangat positif, namun belum dapat dimanfatkan secara maksimal karena sertifikat lahan merupakan syarat yang diajukan perbankan untuk mencairkan skim kredit yang tersedia.

Menurut dia, perlu keseriusan dari pemerintah daerah dalam mendukung program revitalisasi perkebunan terutama terhadap komoditi sawit, karet dan coklat, karena selama ini para petani mengalami kesulitan memperoleh kredit.

"Pihak perbankan sudah menyediakan skim kredit revitalisasi perkebunan untuk tiga komoditi itu, tapi syarat berupa sertifikat lahan tidak terpenuhi oleh petani. Seharusnya pemerintah daerah melalui BPN memberikan keringanan dalam proses sertifikasi lahan para petani melalui program prona," katanya.

Ia berharap program-program prona lebih diperbanyak, terutama diberikan bagi lahan-lahan perkebunan rakyat agar kredit revitalisasi bisa dicairkan. "Di sini perlu ada terobosan pemerintah melalui instansi terkait, agar skim kredit itu benar-benar bisa dimanfaatkan dan dinikmati petani," ujarnya.

Kepala Dinas Perkebunan Sumut, H Aspan Sofian mengatakan skim kredit revitalisasi perkebunan sudah mulai disalurkan meski sebagian masih terkendala persyaratan yang ditetapkan perbankan.

"Perbankan memang mensyaratkan sertifikat lahan untuk mencairkan kredit tersebut," ujarnya.

Pada kesempatan itu ia mengatakan Pemprov Sumut akan berupaya mendorong BPN agar memberikan keringanan dalam proses sertifikasi lahan para petani melalui program prona.

Aspan Sofian juga mengakui kendala program revitalisasi perkebunan di daerahnya adalah keterbatasan modal petani untuk melaksanakan kegiatan peremajaan, perluasan, intensifikasi dan rehabilitasi tanaman.

Selain itu, ketersediaan sarana produksi yang bermutu juga belum mampu menjangkau sentra tanaman rakyat, katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009