Jombang (ANTARA News) - Tembakan salvo dan takbir mengiringi pemakaman mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur di kompleks Pondok Pesantren (PP) Tebuireng, Cukir, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis sore.

Beberapa saat setelah peti jenazah dimasukkan ke dalam liang lahat, tembakan salvo ke udara dilontarkan dari senapan 10 personel Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) berpakaian militer.

Pada saat itu lamat-lamat terdengar kalimat tauhid "laa ilaaha illallah" keluar dari mulut ribuan pentakziah yang berada di seputar makam di dalam kompleks pondok pesantren itu.

Sebelum dikubur, jasad Gus Dur dikeluarkan dari peti mati yang terselubung bendera Merah-Putih. Peti mati yang terbuat dari kayu itu kemudian dibawa keluar area makam oleh 20 personel Paspampres berpakaian militer.

Penguburan jenazah tanpa peti mati sudah menjadi tradisi bagi kalangan ulama salaf, meskipun pada saat itu Gus Dur dimakamkan melalui upacara kenegaraan dengan dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Prosesi pemakaman mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu berlangsung selama hampir satu jam.

Sebelum upacara dimulai para ulama, santri, dan alumni santri pondok pesantren Tebuireng diberi kesempatan satu kali untuk menyalati jenazah Gus Dur di area pemakaman karena shalat jenazah sudah digelar terlebih dulu di Masjid Ulul Albab di sekitar kampus Institut Keislaman Hasyim Asy`ari (IKH) Tebuireng.

Setelah itu, sejumlah anggota Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, di antaranya, Menko Polhukan, Menko Perekonomian, Menko Kesra, Mensesneg, Mendagri, Menlu, Menhuk HAM, Menkes, Menag, Manakertrans, Meneg Pembangunan Daerah Tertinggal, Kepala Bappenas, Kepala BIN, Panglima TNI, KSAD, perwira tinggi Polri, Gubernur Jatim, dan Wakil Gubernur Jatim memasuki area pemakaman.

Sekitar pukul 13.20 WIB, Presiden memasuki area pemakaman dengan berjalan kaki yang berjarak sekitar 50 meter dari masjid PP Tebuireng karena kendaraan yang ditumpanginya tidak bisa parkir di halaman makam.

Dalam sambutannya, Presiden mengatakan, prosesi pemakaman secara kenegaraan itu merupakan bentuk penghormatan negara dan pemerintah atas jasa-jasa Gus Dur terhadap bangsa dan negara ini.

"Beliau berjuang tanpa pamrih kepada bangsa dan negara ini, utamanya ketika menjadi pemimpin organisasi keagamaan terbesar, Nahdlatul Ulama," kata Presiden.

Sementara itu K.H. Sholahuddin Wahid atau Gus Sholah mewakili pihak keluarga meminta maaf atas segala khilaf yang pernah diperbuat kakak kandungnya itu selama hidupnya.

"Perhatian yang diberikan semua pihak terhadap Gus Dur baik selama hidupnya maupun pada saat beliau wafat, kami atas nama keluarga mengucapkan terima kasih," katanya sambil menahan isak tangis yang menghentikan pidatonya itu selama beberapa saat.

Selain jajaran Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dan para pejabat negara serta pejabat dan jajaran Muspida Jatim, tampak pula beberapa tokoh nasional, di antaranya Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan sejumlah pemuka agama, seperti Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu.

Hadir juga Ketua Umum PBNU K.H. Hasyim Muzadi, Ketua PWNU Jatim K.H. Mutawakkil `Alallah, Mbah Lim (penasihat spiritual Gus Dur), dan sejumlah pengasuh pondok pesantren, di antaranya K.H. Idris Marzuqi (PP Lirboyo, Kediri), K.H. Aziz Manshur (PP Pacul Gowang, Jombang), K.H. Idris Abdul Hamid (PP Salafiyah, Pasuruan), Ali Maschan Moesa (mantan Ketua PWNU Jatim), dan Ali Masykur Moesa (mantan fungsionarsi PKB versi Gus Dur).

Tak ketinggalan pula sejumlah perwakilan negara sahabat, di antaranya dari Amerika Serikat, Jepang, Korea Sekatan dan China serta beberapa orang dekat Gus Dur, seperti Addie Massardi, HS Dillon, dan M. Sobary (mantan Pemimpin Umum LKBN ANTARA) hadir di antara ribuan pelayat.
(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009