Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 50 orang yang mengaku sebagai keluarga Nasruddin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) yang tewas ditembak, pada Kamis berunjukrasa di Kejaksaan Agung menuntut agar pelaku pembunuhan dihukum mati.

Dalam demonstrasi, kerabat dan keluarga Nasruddin Zulkarnaen menyampaikan protesnya dengan aksi teatrikal dan menyerahkan ayam jago sebagai simbol keadilan.

Koordinator Lapangan (Korlap) aksi unjuk rasa itu, Andi Djamal, menyatakan bahwa kedatangan mereka ke Kejagung adalah untuk menuntut keadilan dengan memberikan tuntutan seberat-beratnya terhadap orang yang terlibat dalam pembunuhan Nasruddin.

"Kami meminta JPU (jaksa penuntut umum) untuk memberikan tuntutan hukuman mati terhadap mereka yang terlibat dalam pembunuhan itu," katanya.

Seperti diketahui, pada Selasa (19/1) mendatang, empat terdakwa perkara kasus pembunuhan terhadap Nasruddin yakni Antasari Azhar (mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)), Kombes Pol Wiliardi Wizar (mantan Kapolres Jakarta Selatan), Sigit Haryo Wibisono (mantan bos media cetak nasional), dan Jerry Hermawan Lo (pengusaha), akan dituntut di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Sementara itu, lima eksekutor lainnya sudah divonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten, dengan hukuman penjara selama antara 15 sampai 17 tahun.

Andi Djamal dalam aksi unjuk rasa tersebut, meminta JPU untuk menggunakan Pasal 340 KUHP yakni pembunuhan berencana terhadap Antasari dkk dengan hukuman maksimal hukuman mati.

"Mereka harus dihukum mati, itu harga mati bagi kami, keluarga Nasruddin," katanya.

Akhirnya perwakilan pengujuk rasa itu ditemui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Didiek Darmanto, yang menyatakan jaksa sedangkan berupaya dalam membuktikan dakwaan di pengadilan.

"Aspirasi mereka kami terima, tapi kami tidak akan terpengaruh oleh adanya desakan dari pihak manapun," katanya.

Nasruddin Zulkarnaen tewas ditembak seusai bermain golf di Lapangan Modernland, Tangerang, Banten pada pertengahan Maret 2009.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010