Jakarta (ANTARA News) - Mabes TNI menyatakan, panggilan paksa terhadap Brigjen TNI (Purn) Herman Sarens Sudiro menyusul ugaan penyalahgunaan wewenang semasa dirinya aktif di militer, adalah tidak bernuansa politik.

"Apalagi dikaitkan dengan upaya pengalihan isu oleh pihak tertentu dari kasus Bank Century. Jauh api dari panggang," kata juru bicara TNI Marsekal Muda TNI Sagom Tamboen di Jakarta, Selasa.

Ia menekankan, TNI kini netral, jauh dari kepentingan politik pihak manapun sehingga apa yang terjadi pada Sidang Pansus Angket Century sama sekali tidak terkait dengan kasus Herman Sarens, meski dia sangat dekat dengan sejumlah pejabat negara dan pejabat TNI.

TNI, kata Sagom, semata ingin kasus penyalahgunaan wewenang oleh Herman Sarens semasa menjabat sebagai Komandan Korps Markas Hankam/ABRI, segera dituntaskan.

"TNI hanya ingin, aset yang menjadi milik TNI dapat kembali sehingga dapat digunakan untuk mendukung tugas-tugas TNI. Tidak ada sama sekali kaitan dengan kepentingan politik pihak tertentu. Tapi jika ada yang mengait-kaitkan, ya terserah saja," paparnya.

Permasalahan hukum Herman Sarens berawal dari kepemilikan tanah seluas 29.085 meter persegi yang terletak di Jl. Warung Buncit Raya No.301, Jaksel.

Tanah yang menjadi objek sengketa tersebut sudah tercatat sebagai inventaris kekayaan negara (IKN) sehingga TNI berkewajiban mengambil kembali dari Herman.

Aset tanah tersebut adalah hasil pengadaan dan hibah yang dimanfaatkan sebagai Pusat Kegiatan Olahraga, dimana terdapat 25 bangunan milik Departemen Hankam/ABRI dan empat lainnya milik Herman Sarens.

"Semasa aktif di militer sebagai Komandan Korps Markas, Brigjen TNI (purn) Herman Sarens tidak pernah mendaftarkan tanah tersesbut ke Kantor Agraria (kini Badan Pertanahan Nasional/BPN), tetapi berupaya menguasai tanah tersebut untuk kepentingan pribadi," ujar Sagom.

Terkait dugaan kriminal terhadapnya, TNI meminta Herman mengambil hak atas tanah tersebut dengan cara memberikan kompensasi berupa uang senilai Rp 150 juta dan tanah pengganti seluas 2,5 hektare di Cibitung, Bekasi.

Namun, Herman menampik tawaran itu sehingga TNI memanggil paksa pada 18 Januari 2010.

"Proses pemanggilan telah dilakukan sejak 1980, 1990 dan terakhir pada 2009, namun semuannya tidak diindahkan yang bersangkutan, hingga kami melakukan pemanggilan paksa," tutur Sagom.

Ia menekankan, kasus ini menjadi berlarut-larut karena Herman tidak mau bekerja sama, bahkan kerap menghilang tanpa keterangan resmi, sehingga TNI kesulitan untuk menghadirkannya di Pengadilan Militer Tinggi (Dimilti) II Jakarta.

Kini Herman Sarens ditahan di Pomdam Jaya, menunggu persidangan.(*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010