Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan tidak mau mengomentari rancangan undang-undang (RUU) tentang peradilan agama soal perkawinan yang mengatur sanksi terhadap pelaku nikah siri.

"Saya tidak bisa berkomentar banyak mengenai hal tersebut," kata Ahmad Heryawan ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis.

Ahmad juga enggan mengomentari dugaan banyaknya warga Jawa Barat sekitar pantai utara yang melakukan pernikahan siri. "Saya `no comment` soal itu," katanya.

Penelitian tim ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di lima kabupaten pantai utara menemukan, banyak anak yang menjadi obyek kawin siri rentan dieksploitasi untuk pelacuran anak dan perdagangan anak.

Draf RUU yang telah masuk Program Legislasi Nasional tahun 2010 itu memuat ketentuan pidana dalam soal perkawinan siri, perkawinan mut`ah, perkawinan kedua, ketiga, dan keempat.

RUU itu juga mengatur perceraian tanpa melibatkan pengadilan, perzinaan dan menolak bertanggung jawab, serta menikahkan atau menjadi wali nikah yang dilakukan orang tidak berhak.

Ketentuan tersebut mencantumkan ancaman hukuman penjara antara enam bulan hingga tiga tahun.

Sementara itu, Ketua KPAI Hadi Supeno menyatakan mendukungan rancangan undang-undang itu, karena menurutnya perkawinan pada hakikatnya harus dilakukan terbuka dan tercatat agar ada kontrol publik.

Selain itu, pernikahan siri biasanya dilakukan pada pernikahan dini karena petugas pencatat perkawinan akan menolak melakukan pencatatan.

"Perkawinan siri dinilai menimbulkan efek pengabaian hak-hak hukum di kemudian hari, baik terhadap istri maupun anak yang dilahirkan," katanya.

Selaij itu, kata Hadi, ada kecenderungan sosiologis bahwa perkawinan siri dilakukan untuk pernikahan kedua dan seterusnya dengan usia pasangan perempuan lebih muda, semakin muda, bahkan anak-anak.

W004/s018/AR09

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010