Jakarta (ANTARA News) - "Banjir Kanal Timur ternyata mampu mengurangi lamanya banjir, kalau dulu banjir bisa terjadi selama tiga hari tapi kini hanya 14 jam," kata Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, Pitoyo Subandrio. Padahal, Banjir Kanal Timur (BKT) belumlah 100 persen selesai.

Matroji bin Muhammad, warga Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur, menimpali, "Kami tak lagi terkena banjir, terimakasih."

Ada banyak pihak yang menjadi sasaran terimakasih Matroji. Salah satunya adalah PT. Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang bersama tujuh kontraktor lainnya menangani pengerjaan proyek BKT.

WIKA sendiri terbilang menonjol. Baru enam bulan sejak proyek dimulai Desember 2007, WIKA yang mengerjakan 5,6 km dari total 23,57 km panjang kanal, sudah menuntaskan 18,34 persen pekerjaannya.

Kekompakan tim dan koordinasi lapangan membuat WIKA bekerja cepat, sehingga membantu sebagian warga Jakarta tak lagi was-was banjir.

Bukan sekali ini WIKA bekerja cepat dan menjadi yang terdepan, sebaliknya kisah sukses perusahaan yang dulu bernama NV Vis en Co ini amat panjang, melebihi umurnya yang 11 Maret 2010 nanti genap 50 tahun. WIKA telah jauh melangkah dan hampir selalu hadir manakala Indonesia membangun.

Saat ini saja, mengutip CLSA Asia-Pacific Markets, WIKA mengerjakan 6 dari 16 proyek infrastruktur besar Tanah Air, dan 2 dari 6 proyek jalan tol nasional, salah satunya JORRR W1.

WIKA membangun banyak hal yang manfaatnya direguk masyarakat nasional, dari pembangkit listrik sampai bandara, dari apartemen sampai tabung gas, dari gedung perkantoran sampai jalan tol, dari jembatan layang sampai bendungan. WIKA membantu orang hidup lebih nyaman, lebih efisien, lebih sejahtera.

Selain BKT, Gedung Da Vinci yang artistik, "double track" sepanjang 64.661 km, Jembatan Suramadu yang adiluhung, Gedung Bank Indonesia, dan jalan layang Pasupati yang menjadi landmark baru kota Bandung, adalah sejumlah bukti lain dari "mukzizat" WIKA.

Kebiasaannya bekerja tepat waktu dan menjaga kualitas, dipuji banyak kalangan. "Kekuatan WIKA adalah pengalaman, biaya rendah dan sumber daya manusia yang baik," kata Boston Consulting Group dalam laporannya tahun 1999.

Pada 1995, dunia bahkan mengakui reputasi WIKA manakala Lloyd's Register Quality Assurancce, Inggris, memberi WIKA sertifikat "Internasional Standard Organization"(ISO) 9000 kepada WIKA.

Menteri Pekerjaan Umum saat itu, Radinal Mochtar, menyebut prestasi WIKA itu sebagai bukti bahwa perusahaan Indonesia mampu bersaing di pasar global.

Lebih cepat

Selain haus prestasi tinggi, WIKA selalu mengakrabi waktu dengan inovasi, salah satunya pompa berskala besar, 27 m3 air per detik, yang dibuatnya pada 1994.

Inovasi-inovasi itu berlanjut sampai kini, seperti teknologi bor 90 meter di tengah laut saat membangun Jembatan Suramadu.

WIKA kerap menuntaskan proyek lebih cepat dari target. Terminal Utara Bandara Adi Soemarmo Solo adalah contohnya. Proyek ini tuntas sebulan lebih cepat dari jadwal semula, 14 Maret 2009.

"WIKA selalu melakukan standarisasi dan peningkatan kompetensi pada setiap personel dan proses kerja sehingga kami mampu menjaga kualitas dan ketepatan waktu pengerjaan proyek-proyek kami," kata Direktur Operasi WIKA Budiharto.

Bahkan, di tengah iklim bisnis buram pun, WIKA setia dengan jadwal. PLTU Labuan dan PLTU Celukan yang sempat terpengaruh krisis global, berhasil diselesaikannya.

Semua pihak ingin melibatkan WIKA. Pada September 2008, setelah jalan tol Surabaya-Mojokerto belum juga tuntas, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto "mengundang" WIKA, dan berkata, "Serahkan saja ke WIKA, pasti cepat selesai."

Konsorsium internasional COJAAL (kemitraan antara Kajima, Itochu, Taisei, dan beberapa perusahaan internasional) mempercayakan WIKA untuk membangun East-West Motorway Project di Aljazair.

WIKA pula yang diundang menuntaskan proyek pembangunan kereta api-bandara yang pembiayaannya sempat membengkak menjadi Rp1,5 triliun.

"WIKA sangat layak digandeng karena dia punya peralatan dan berpengalaman membangun proyek-proyek kereta api di Indonesia," kata Masjraul Hidayat, Direktur Utama PT RaiLink, perusahaan pembangun proyek kereta api-bandara.

Dari sisi keuangan, WIKA dikenal sehat dan tinggi profitabilitasnya, sehingga pemodal menyukai ekuitasnya. Pada 2009, Mega Capital Indonesia bahkan merekomendasikan saham WIKA dibeli sampai 12 bulan ke depan, karena indikator-indikator keuangannya bagus. PER-nya saja sampai 20,67 kali.

"Pertumbuhan nilai proyek yang diraih, diversifikasi bidang usaha dan target pembangunan infrastruktur dari pemerintah, menjadi faktor-faktor positif bagi perkembangan kinerja perseroan di masa datang," demikian Mega Capital.

Begitu dicatatkan di Bursa Efek Indonesia pada November 2007, saham WIKA bahkan langsung menabur insentif 40 persen kepada investor. "Hasil penawaran umum saham WIKA mengalami kelebihan permintaan 44 kali," kata Nelwin Aldriansyah, Vice Presiden Investment Banking Bahana Securities, waktu itu.

Ekspansi

Komitmen, berpengalaman luas, dan struktur permodalan yang kuat membuat WIKA beroleh banyak apresiasi. Pada September 2005 misalnya, predikat "Indonesia Quality Award for BUMN 2005" dianugerahkan BUMN Executive Club kepada WIKA.

Direktur Utama WIKA saat itu, Sutjipto, menyebut anugerah itu adalah buah dari selarasnya visi dan misi perusahaan, dan pengakuan atas kompetensi pekerja WIKA, serta hasil dari manajemen yang modern.

Setahun setelah itu, Business Review mendaulat WIKA sebagai BUMN Jasa Non Keuangan Terbaik dan The Best Human Capital Menagement. Tiga tahun kemudian, majalah Investor menyematkan "The Best Listed Company in Property and Construction Sector" kepada WIKA.

Untaian apresiasi itu membuat WIKA makin percaya diri mengembangkan diri, bahkan ke pasar global, kendati ekspansi ke luar negeri telah dirintisnya jauh-jauh hari.

WIKA melebarkan sayap ke Afrika Utara. "Akhir tahun 2009 kami segera menggarap langsung proyek konstruksi di Aljazair, Afrika Utara, menyusul Libya dan Tunisia," kata Direktur Utama WIKA Bintang Perbowo, November silam.

Bintang mengatakan, ekspansi ke Afrika Utara dijamin Bank Exim Indonesia, padahal sebelum ini bank-bank Indonesia sulit membiayai proyek nasional di luar negeri.

"Kami mendapat kepercayaan karena hasilnya memuaskan pihak konsorsium, meski posisi kami itu subkontraktor, kami dipercaya mengerjakan paket selanjutnya," kata GM Keuangan WIKA Entus Asnawi.

Sejuta tantangan dan peluang dihadapi WIKA nanti, namun tampaknya selalu siap dihadapinya, termasuk ASEAN China Free Trade Area (ACFTA). Dalan konteks ini, WIKA memutar strategi dengan menjadi juga kontraktor utama.

Perusahaan ini juga pandai menjaga kepercayaan sehingga tahun ini saja mengantongi kontrak Rp20,82 triliun di mana Rp10,72 triliun diantaranya kontrak bawaan tahun 2009, sehingga diperkirakan bakal meningkatkan laba bersihnya 44,9 persen tahun ini.

Perusahaan berasset Rp5,575 triliun ini sendiri mengandalkan 2/3 pendapatannya dari induk perusahaan, sedangkan secara sektoral, mengutip Bahana Securities, jasa konstruksi adalah pos pendapatan terbesar WIKA mencapai 62 persen.

Sinerji

Pengalaman 50 tahun membuat WIKA memiliki manajemen proyek yang lebih baik dan pengetahuan pasar yang lebih komprehensif sehingga penetrasi pasarnya membesar. CLSA bahkan yakin perusahaan kontraktor terbesar Indonesia ini semakin kuat posisinya.

Sekarang saja, WIKA menguasai 8 persen pasar infrastruktur, melebihi Adhi Karya, Duta Graha, dan Total Bangun.

Namun pasar bebas ACFTA dan karakteristik pasar infrastruktur yang dinamis membutuhkan cara-cara cerdas lain untuk menjawabnya. Dalam soal ini, manajemen SDM adalah sentralnya.

Yang juga harus disikapi adalah penetrasi asing di industri infrastruktur nasional. Bayangkan, saat Indonesia hanya memiliki tujuh kontraktor di luar negeri, pasar domestik malah menampung 124 proyek garapan asing.

Ini jelas pekerjaan rumah bagi WIKA dan kontraktor-kontraktor lainnya. Dan bersinerji adalah jalan keluar yang tepat.

Seperti pepatah lama "berat sama dipikul ringan sama dijinjing," kerjasama bisnis antardomestik lebih penting ketimbang sendirian menghadapi asing.

Hal lain yang perlu ditempuh adalah menguatkan standard kontrak guna menghindari sengketa yang pasti semakin kompleks di era pasar bebas ini. Apalagi, menurut Kepala Badan Pembina Konstruksi Departemen Pekerjaan Umum Sumaryanto, 47 persen sengketa di arbitrase berasal dari sektor konstruksi.

Semua itu perlu ditempuh WIKA untuk menjaga posisi terdepannya di industri ini, selain menjaga masyarakat tetap percaya bahwa WIKA adalah yang tercepat menuntaskan pembangunan. (*)

Pewarta: Munawar Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010