Samarinda (ANTARA news) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) belum menerima permohonan perlindungan dari mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji.

"Banyak pihak yang meminta kami memberikan perlindungan kepada Pak Susno. Namun, sampai saat ini kami belum menerima permohonan dari Pak Susno," kata Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, di Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis.

Abdul Haris Semendawai menjelaskan bahwa perlindungan kepada saksi, korban, dan pelapor jika yang bersangkutan mengajukan permohonan, baik melalui kuasa hukum maupun keluarganya.

Berdasarkan permohonan itu, LPSK akan melihat lagi status pemohon, selanjutnya diputuskan melalui rapat paripurna.

"Siapa pun berhak mendapatkan perlindungan, namun harus melalui proses, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang LPSK. Jadi, setiap pemintaan perlindungan akan dicek lagi, kemudian diputuskan melalui paripurna," katanya menegaskan.

Begitu pula dengan Susno Duadji, kata dia, yang bersangkutan harus mengajukan permohonan terlebih dahulu, kemudian pihaknya akan mengecek statusnya, termasuk apakah laporannya itu didasari itikad baik atau tidak.

Pemberian perlindungan kepada mantan Kabareskrim Polri itu, kata Abdul Haris Semendawai, juga bisa dilakukan jika Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Kasus menyampaikan kepada pihak LPSK.

"Namun, penyampaian Satgas Mafia Kasus itu hanya sebatas pembuka pintu dan Pak Susno tetap harus melengkapi persyaratan formal, yakni mengajukan permohonan," kata Ketua LPSK itu.

Abdul Haris Semendawai mengakui penetapan mantan Kabareskrim Polri itu sebagai tersangka dapat menjadi salah satu pertimbangan yang menyulitkan Susno Duadji mendapatkan perlindungan LPSK.

"Dalam UU LPSK disebutkan bahwa orang yang berhak mendapatkan perindungan, yakni saksi, pelapor, dan korban, sementara status hukum Pak Susno sebagai tersangka. Namun, jika ada permohonan dari beliau akan tetap kami dalami," kata Ketua LPSK tersebut.

(T.A053/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010