Jakarta (ANTARA) - Meskipun kerja sama berkesinambungan dianggap terlalu berlebihan, ada harapan bahwa negara-negara pulau dan kepulauan bisa bertukar pandang dan berdiskusi guna membahas masalah yang dihadapi.

AIS, Archipelagic and Island States Forum, adalah sebuah open-ended platform dan terdiri dari sedikitnya 45 negara.

Terlepas dari wilayah, ukuran, maupun tingkat perkembangan, negara-negara tersebut membahas berbagai tema global, yang berkaitan dengan ekonomi laut (blue economy), perubahan iklim (climate change) dan bencana, penanganan sampah plastik, serta tata kelola laut yang lebih baik.

Walaupun baru dibentuk tahun 2018, AIS telah menjadi wadah kerja sama yang riil dalam menghadapi ancaman nyata dari perubahan iklim yang memengaruhi kelangsungan hidup. 

Saat pembentukan AIS Forum pada November 2018, dalam Manado Declaration, ditekankan bahwa negara-negara pulau dan kepulauan berkomitmen untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, termasuk memerangi dampak perubahan iklim dan konservasi serta pemanfaatan sumber daya laut, pesisir, dan laut secara berkelanjutan dengan pendekatan kolaboratif dan terintegrasi.

Kerja sama ini adalah ajang bertukar pandangan atau pengalaman untuk mengatasi masalah bersama.

Sebagai upaya menghadapi masalah bersama, Indonesia antara lain menyelenggarakan lokakarya Mainstreaming Ocean Issues into Climate Change Discussion, dan Integrating the Ocean-Climate Nexus into Sustainable Coastal Development.

Lokakarya tersebut melibatkan para pembicara dari kalangan akademisi, organisasi regional, masyarakat madani, dan pakar dari negara pulau/kepulauan.

Lokakarya ditujukan untuk memberikan pemahaman dan menggalang dukungan dari negara-negara AIS tentang isu perubahan iklim, keterkaitannya dengan kelautan, serta upaya untuk menjadikan isu-isu tersebut menjadi arus utama dalam negosiasi utama UNFCCC.

Tema ocean-climate nexus tersebut di antaranya terdiri dari hubungan isu kelautan dengan perubahan iklim, upaya adaptasi dan mitigasi kelautan, capacity building, kearifan lokal dan observasi masyarakat untuk perubahan ekologis laut, serta membangun adaptasi ketahanan iklim di pesisir negara-negara pulau/kepulauan, terutama di kawasan Pasifik Selatan yang sangat berkepentingan dalam upaya menghadapi perubahan iklim.

Sekarang ini, pada minggu terakhir November 2020, Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan tingkat menteri (PTM) AIS ke-3 yang diselenggarakan secara hybrid virtual. Pertemuan kali ini ditujukan untuk memupuk kerja sama dan mempertahankan momentum antara negara pulau dan kepulauan pada masa krisis.

Isu-isu yang dibahas, terutama mengenai pengakuan terhadap dampak dan tantangan pandemi COVID-19, penting untuk mengidentifikasi area kerja sama dengan sesama mitra strategis serta berbagai inisiatif pembangunan lainnya dalam meningkatkan upaya pemulihan ekonomi dan pembentukan ekonomi laut yang berkelanjutan --sebagai respons terhadap tantangan pandemi COVID-19.

Selain itu, lokakarya diadakan untuk mengkaji bagaimana upaya untuk mencapai potensi ekonomi biru melalui kerja sama strategis, penelitian dan pengembangan, serta kewirausahaan dapat meningkatkan jalur pemulihan ekonomi untuk negara-negara AIS yang saat ini menghadapi pandemi.

Dalam rangka PTM ini, juga akan dibahas parameter Mangroove Health Index, kenaikan permukaan laut, inovasi permasalahan plastik, dan pelaksanaan upaya mencapai tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG) pada industri pariwisata.

AIS diinisiasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Bersama dengan United Nations Development Programme (UNDP)/Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Pada akhir Oktober 2019, Indonesia menyelenggarakan AIS Startup and Business Summit di Manado, Sulawesi Utara. 

Kegiatan itu dihadiri oleh delegasi dari 23 negara, yaitu Bahrain, Fiji, Komoro, Papua Nugini, Guinea Bissau, Irlandia, Jamaika, Jepang, Kiribati, Madagaskar, Maladewa, Malta, Kepulauan Marshall, Palau, Filipina, Samoa, Seychelles, Sri Lanka, Saint Kitts dan Navis, Timor Leste, Tonga, Tanjung Verde, dan Papua Nugini. 

Seperti yang dinyatakan AIS, forum ini akan menjadi sarana inovatif dalam upaya menangani secara efektif masalah-masalah perubahan iklim dan kelautan, sejalan dengan SDG 14: konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari lautan, laut, dan sumber daya kelautan untuk pembangunan berkelanjutan.

Banyak permasalahan variatif yang dihadapi oleh negara-negara pulau dan kepulauan, apalagi dengan pandemi saat ini, seperti ekonomi, transportasi, logistik, edukasi, penduduk, manajemen pesisir, kesehatan, kemiskinan, dan sampah plastik.

Kerja sama bilateral patut pula dilaksanakan dan digalakkan dengan cermat agar sama-sama menguntungkan negara-negara pulau dan kepulauan.

Biasanya jika ingin lebih bermanfaat dan sukses, penyelenggaraan kerja sama antarnegara pulau dan kepulauan ada “gula-gula”nya, yaitu:

Pertama, tawaran hibah. Misalnya, pembangunan fasilitas dan infrastruktur penunjang kegiatan, pengadaan perlengkapan audio dan video, serta biaya instalasi dan pengadaan operasional lainnya.

Kedua, pelatihan, pengiriman tenaga ahli, pemagangan, dan lokakarya.

“Gula-gula” tersebut  menjadi aspek strategis dalam kerja sama pembangunan internasional untuk kepentingan Indonesia.

Kerja sama ini dibentuk sebagai jalan untuk tukar menukar pengalaman dan inisiatif sebagai aksi kolaboratif  guna membahas tantangan bersama melalui pengidentifikasian kemitraan konkret.

Kemitraan nyata itu dapat ditindaklanjuti oleh semua pemangku kepentingan terkait, termasuk pemuda, masyarakat sipil, akademisi, perusahaan rintisan, filantropis, industri, sektor swasta, serta organisasi internasional dan multilateral.

Bersama-sama, para pemangku kepentingan bisa memperkuat upaya mencari solusi dan inovasi yang cerdas, termasuk melalui pelaksanaan proyek yang didukung oleh mekanisme keuangan campuran untuk menjalankan pembangunan berkelanjutan.


*Yonatri Rilmania, SE, MSi adalah Fungsional Madya di Ditjen Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri


Baca juga: Forum Negara AIS luncurkan Blue Startup, tingkatkan ekonomi pesisir

Baca juga: Negara Pasifik gunakan taktik benteng pulau perangi penyebaran virus


Baca juga: Luhut berharap Indonesia inspirasi AIS kembangkan ekonomi digital

 

Dampak abrasi, Pulau Thulub terancam hilang

Copyright © ANTARA 2020