Semarang (ANTARA News) - Pengamat yang juga Rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Prof. Ahmad Rofiq mengharapkan agar Nahdlatul Ulama (NU) di bawah kepengurusan yang baru tidak hanya memfokuskan pengembangan pesantren.

"NU selama ini cenderung mengesampingkan pengembangan pendidikan formal di bawah lembaga naungannya, padahal itu juga penting untuk menciptakan generasi muda NU yang cakap dalam segala bidang," katanya di Semarang, Kamis.

Menurut dia, NU harus lebih memerhatikan pengembangan pendidikan formal dalam berbagai diversifikasi bidang keilmuan untuk menciptakan para ilmuwan, teknokrat, dan sebagainya, selain menciptakan kiai yang ahli dalam bidang agama.

"Kan tidak mungkin seluruh generasi muda NU dididik menjadi kiai, sebab para ahli di bidang lain tetap dibutuhkan sesuai perkembangan zaman," kata mantan Wakil Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Tengah itu.

Ia mengatakan, hal itu sejalan dengan ide besar hasil Muktamar ke-32 NU di Makassar beberapa waktu lalu, terkait program-program yang berkaitan dengan pemenuhan pendidikan, kesehatan, pekerjaan bagi masyarakat.

"Dalam Muktamar NU di Makassar, program-program itu menjadi `pekerjaan rumah` untuk lima tahun ke depan di bawah kepengurusan PBNU yang baru, mengingat selama ini belum tergarap maksimal," katanya.

Ditanya tentang kelangsungan program-program itu di bawah kepengurusan PBNU sekarang, ia menilai kunci pelaksanaan program sebenarnya terletak pada keberadaan `sosok utama` yang sekarang memimpin PBNU.

"Pengaruh K.H. Sahal Mahfudz sebagai rais aam dan K.H. Said Aqil Siradj sebagai Ketua Umum PBNU sangat menentukan jalannya program-program itu meskipun mekanisme seperti rapat, dan sebagainya tetap ditempuh," katanya.

Ia berharap kepengurusan NU di bawah kendali dua figur tersebut mampu menuntaskan pelaksanaan program-program yang selama ini belum maksimal, dan selalu menjadi evaluasi dalam setiap muktamar.

Selain itu, kata dia, hasil Muktamar di Makassar juga tidak menghendaki pengalaman-pengalaman NU selama sepuluh tahun terakhir terulang kembali, yakni keterlibatan NU dalam perpolitikan praktis.

"Kalau untuk terlepas dari politik sama sekali sepertinya tidak mungkin. Namun, perpolitikan yang dimaksud tentunya bukan politik praktis, melainkan politik kerakyatan dan kebangsaan," katanya.

Menurut dia, politik kerakyatan dan kebangsaan merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan rakyat di berbagai bidang, antara lain pendidikan, kesehatan, ekonomi, bukan untuk mencari kekuasaan.

Dalam Muktamar NU di Makassar, rivalitas yang sempat terjadi di kursi rais aam juga sudah diatasi dengan diakomodasinya K.H. Hasyim Muzadi dan K.H. Mustofa Bisri menjadi Wakil Rais Aam PBNU.

"Pengakomodasian K.H. Hasyim Muzadi sebagai Wakil Rais Aam PBNU tentunya merupakan upaya untuk membuat kekuatan di tubuh NU menjadi lebih solid," kata Rofiq. (ZLS/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010