Jakarta (ANTARA News) - DPR meminta pemerintah menasionalisasi perusahaan aluminium patungan Indonesia dengan Jepang, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) setelah kontraknya berakhir pada 2013.

"Nasionalisasi akan lebih memberikan manfaat bagi kepentingan industri dan juga kesejahteraan masyarakat khususnya daerah," kata anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dito Ganinduto, di Jakarta, Rabu, seraya mendesak pemerintah tidak memperpanjang kontrak Inalum.

Dia mengatakan DPR memaklumi kalau dulu Indonesia bekerjasama dengan Jepang karena belum menguasai teknologi pengolahan aluminium, namun  setelah 30 tahun Indonesia sudah menguasai teknologin itu sehingga selayaknya mengelola sendiri industri alumuniumnya.

"Apalagi, di bawah pengelolaan perusahaan Jepang, Inalum terus merugi," katanya.  Dito mengkhawatirkan benturan kepentingan, mengingat  Jepang berperan sebagai kreditur sekaligus pembeli.

Anggota Komisi VII DPR lainnya, Satya W Yudha, mengatakan, DPR akan memanggil pemerintah dalam waktu dekat, sedangkan anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Zulkieflimansyah, menilai BUMN seperti PT Aneka Tambang Tbk dan PT PLN mampu mengelola Inalum.

"Tinggal keseriusan dan kemauan politik pemerintah yang kita tunggu," katanya.

Pemerontah sendiri, seperti diungkapkan Sekretaris Kementerian BUMN M Said Didu, menilai Inalum sebaiknya dikembalikan kepada negara dengan melimpahkannya kepada BUMN yang berkaitan dengan industri itu untuk menjalankan bisnis Inalum.

Jepang saat ini menguasai 58,9 persen saham Inalum melalui Nippon Asahan Alumminium (NAA), sementara pemerintah Indonesia hanya memiliki 41,1 persen.

Saham NAA dikuasai 50 persen oleh Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan 50 persen milik swasta Jepang.

Masa berlaku "build, operate and transfer" (BOT) Inalum akan berakhir 2013, namun sesuai kontrak, tiga tahun sebelum masa BOT habis, kontrak bisa diperpanjang.

NAA sendiri telah menyampaikan permintaan perpanjangan kepada Pemerintah Indonesia melalui surat No SCNA-001 tertanggal 26 September 2009.

Pemerintah telah menunjuk Menteri Perindustrian MS Hidayat untuk mewakili pemerintah memimpin negosiasi dengan Jepang.

Jepang berkepentingan BOT Inalum diperpanjang demi mengamankan pasokan aluminium ke Negeri Sakura itu, sedangkan Inalum mengalokasikan 60 persen produksi alumuniunya atau sebesar 225 ribu ton, untuk diekspor ke Jepang. (*)

K007/M012/AR09

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010