Palembang (ANTARA News) - Penahanan empat pemain Sriwijaya FC, Charis Yulianto, Isnan Ali, Cristian Worabay, dan Ambrizal sebagai tersangka pemukulan suporter, di Mapoltabes Palembang, Jumat (14/5) malam, membuat tim ini membatalkan keberangkatan ke Bandung, Jawa Barat, Sabtu pagi, pukul 08.00 WIB.

Pelatih Sriwijaya FC (SFC), Rahmad Darmawan, mengatakan di Palembang, Sabtu, pembatalan keberangkatan ke Bandung itu adalah bentuk solidaritas tim kepada empat pemainnya yang sedang menjalani proses hukum.

Menurut Rahmad, laga tandang melawan Persib Bandung di ajang Liga Super Indonesia 2009- 2010, Senin (17/5), terpaksa dikesampingkan dulu.

"Kami akan melihat hasil perkembangan kasus keempat pemain ini. Karena pagi ini, mereka masih ditahan, jadi kami memutuskan belum berangkat ke Bandung. Kami menunggu hingga sore, siapa tahu mereka dibebaskan yang artinya kami akan bisa berangkat ke Bandung," kata Rahmad pula.

Pelatih berusia 43 tahun ini mengatakan, hal ini telah menjadi keputusan tim bahwa mereka tidak akan bertolak ke Bandung tanpa keempat pemain itu, meskipun harus menanggung pengurangan poin atau kehilangan poin karena kalah secara WO (walk out).

Tiga laga sisa berikutnya, juga terancam tidak akan dilakoni oleh skuad besutannya.

SFC menjadi terancam mundur dari LSI musim ini, sebelum kompetisi berakhir, akibat masalah hukum tersebut.

"Jika suporter solidaritas atas kejadian yang menimpa rekannya, maka begitu juga dengan pemain Sriwijaya FC," ujar dia lagi.

Tanpa kehadiran keempat pemain ini, menurut Rahmad, jelas akan berpengaruh pada kondisi psikologis tim.

Apalagi, peristiwa itu sesungguhnya tidak melibatkan hanya empat pemain itu, karena kejadian tersebut juga disaksikan oleh seluruh pemain dan ofisial tim.

Rahmad pun mengaku pasrah atas kondisi ini, setelah merasa beberapa pihak tidak peduli atas kepentingan tim yang membawa nama baik Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) ini.

Semula dia mengharapkan sanksi publik yang diberikan kepada empat pemain itu, sudah cukup menghukum mereka.

Namun, kenyataan yang harus dihadapi, keempat pemain itu malah digiring dalam jalur hukum sesungguhnya dengan dikenai pasal 170 KUHP tentang penganiayaan berat.

"Pemain dan tim sudah dengan tulus meminta maaf dan memohon pengertian dari semua pihak. Tetapi, tidak ada yang peduli dengan kondisi ini. Kalau sudah tidak ada dukungan, kami harus bagaimana lagi," ujar Rahmad.

Manajer Sriwijaya FC, Hendri Zainuddin, menuturkan pihaknya sedang berupaya mengajukan penangguhan penahanan kepada keempat pemain itu.

Namun dia mengatakan, pihak penyidik Poltabes Palembang belum memberikan keputusan, dan mediasi sedang dilakukan.

Setelah menjalani pemeriksanaan maraton oleh penyidik selama lima jam, di ruang Unit Pidana Ekonomi (Pidek) Sat Reskrim Poltabes Palembang, sejak Jumat (14/5) pagi pukul 10.00 WIB, empat pemain SFC itu resmi masuk sel tahanan Mapoltabes Palembang, pada sore harinya.

Kanit Pidana Ekonomi Poltabes Palembang, Iptu Wira Prayatna mengatakan, keempat pemain SFC ini telah mengakui melakukan pengeroyokan terhadap anggota kelompok suporter Sriwijaya Mania Sumsel (SMS), di lampu merah depan RS Charitas Palembang, Sabtu (8/5) malam--usai pertandingan imbang 0-0 lawan Persija Jakarta--yang berujung dua suporter menjadi korban mengalami luka berat dan dua luka ringan.

Aksi tak terpuji empat pemain pilar "Laskar Wong Kito" ini diduga dipicu oleh yel-yel ejekan yang dinyanyikan kelompok suporter SMS, saat mengiringi konvoi bus pemain kembali ke mess Pertiwi dari Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring, seusai ditahan imbang Persija itu.

Saat sama-sama berada di lampu merah RS Charitas itu, pemain SFC turun dari bus dan "mengamuk" serta langsung mengeroyok anggota kelompok suporter SMS dengan mendatangi bus suporter yang tepat berada di sebelah bus pemain SFC.

Berdasarkan pengakuan korban, hanya empat pemain itu yang telah melakukan pemukulan dan penganiayaan kepada mereka.

Akhirnya, setelah diadukan ke Poltabes Palembang, keempat pemain itu ditetapkan sebagai tersangka serta harus menjalani pemeriksaan dan penahanan.
(U005/B014)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010