Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menyatakan sampai sekarang belum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas kasus video porno yang ciri pelakunya mirip dengan artis Luna Maya, Ariel dan Cut Tari.

"Sampai sekarang belum masuk SPDP-nya. Menurut informasi sedang dikirim ke kita," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Hamzah Tadja, di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan kalau sudah ada SPDP-nya, kejaksaan akan berkoordinasi dengan kepolisian.

Di bagian lain, ia menyatakan bahwa pelaku kasus video porno itu, bisa dijerat dengan Undang-Undang Pornografi dengan ancaman enam sampai 12 tahun penjara.

"Bagi pelaku video porno bisa dikenakan UU Pornografi," katanya.

Sebelumnya, penyidik Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan, hingga saat ini ketiga artis yakni Ariel, Luna Maya dan Cut Tari belum mengakui terlibat adegan porno pada video yang beredar di masyarakat.

Hal itu diungkapkan Direktur I Keamanan Trans Nasional Badan Reserse Kriminal Mabes Poldri, Brigadir Jenderal Polisi Saud Usman Nasution di Jakarta, Jumat.

Namun demikian, Saud menegaskan penyidik tidak membutuhkan pengakuan dari ketiga selebritis yang masih berstatus saksi korban itu karena polisi bekerja berdasarkan pembuktian.

"Kita tidak perlu pengakuan tapi alat bukti yang cukup untuk membuat konstruksi hukumnya," kata Saud.

Saud menjelaskan penyidik masih mendalami kasus peredaran video porno yang diduga melibatkan figur terkenal itu, namun hasil penyidikan belum bisa diumumkan.

Jenderal polisi bintang satu itu, menuturkan ketiga selebritis itu cukup kooperatif memberikan keterangan saat menjalani pemeriksaan penyidik.

Namun demikian, Saud mengungkapkan penyidik juga masih menelusuri pelaku yang pertama kali mengedarkan video mesum itu dengan cara meminta keterangan dari enam saksi ahli informasi dan teknologi.

"Penyidik melakukan upaya pelacakan siapa yang mengedarkan, dan berdiskusi dengan enam saksi ahli untuk mengungkap siapa pelaku yang ada di video," ujarnya.

(T.R021/A033/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010