Sentani, Papua  (ANTARA News) - Festival Danau Sentani (FDS) ke-3 tahun 2010 siap digelar di Pantai Kalkhote, salah satu kawasan wisata menarik di bibir pantai Danau Sentani, Kabupaten Jayapura yang terletak sekitar 30 km utara Kota Jayapura mulai Sabtu, 19 Juni 2010.

Situasi di dalam Kota Sentani serta jalan poros Jayapura-Bandara Sentani tampak meriah dengan umbul-umbul FDS. Masyarakat dari berbagai kabupaten/kota di Papua dan Papua Barat yang akan memeriahkan acara ini telah memadati Kota Sentani dan Jayapura sehingga tidak ada kamar hotel yang kosong.

Festival yang dibiayai APBD Kabupaten Sentani senilai Rp3 miliar lebih itu mengambil thema `Cinta Budaya untuk Masa Depan Kita (Loving culture for our future)

Ini merupakan ekspresi dari kecintaan terhadap manusia yang akan diimplementasikan melalui, penggalian, pelestarian dan pengembangan kekayaan budaya dan sumber daya alam Danau Sentani bagi kesejahteraan rakyat, kata Ketua Panitia Penyelenggara FDS ke-3 Ana Sawai.

Ada berbagai atraksi dan lomba yang akan ditampilkan selama lima hari FDS, 19-23 Juni 2010 mulai dari kolosal `Keping-keping` yang menceriterakan asal usul Danau Sentani seluas 110 kilometer persegi itu, musik, lagu, keterampilan mengukir, kepandaian berpidato dalam bahasa daerah Sentani, lomba perahu hias sampai lomba mengayam rambut.

"Kita akan buat FDS ini semakin menarik untuk memperkenalkan Sentani bahkan Jayapura dan Papua umumnya ke dunia internasional," ujar Bupati Jayapura Habel Melkias Suwae.

Menurut Habel, FDS memiliki sasaran yang luas baik ekonomi, sosial, budaya, persatuan dan kesatuan yang pada muaranya adalah membangun jati diri masyarakat Papua, khususnya Kabupaten Jayapura.

"Kami ingin mengenal diri kami, siapa kami, dan bagaimana kami melalui nilai-nila budaya yang dewasa ini semakin tersingkir oleh perkembangan budaya modern," katanya.

Untuk mendapatkan identitas dan jati diri itu, masyarakat Jayapura harus mengenal dirinya dan salah satu bentuk pengendalian diri adalah memahami dengan baik adat istiadat dan kebudayaan. Oleh karena itu FDS digelar sejak 2008 sebagai salah satu kegiatan untuk mengangkat kembali nilai-nilai yang dimiliki rakyat Jayapura.

Pemerintah dan masyarakat Jayapura akan kembali digugah kesadarannya untuk melestarikan nilai-nila seni dan budaya daerah yang makin tersingkir dengan pengaruh budaya modern karena kalau kikisan itu dibiarkan terus, jati diri serta harkat dan martabat masyarakat Jayapura yang berasal dari nilai-nilai budayanya suatu saat akan hilang.

Karena itu, asosiasi pengusaha perjalanan wisata (Asita) Papua menyatakan mendukung FDS dengan mempromosikan paket wisata tersebut ke sejumlah biro perjalanan di negara-negara Eropa serta di dalam negeri.

Para anggota Asita yang berjumlah sekitar 50 perusahaan dari provinsi ini sudah menjual paket wisata FDS ke Eropa dan agen-agen perjalanan wisata dalam negeri dikombinasikan dengan paket wisata di luar Jayapura seperti festival Lembah Baliem di Wamena dan festival Budaya Asmat.

Ketua Asita Papua AU Sitepu mengaku optimistis dalam beberapa tahun ke depan, FDS bisa menyedot wisatawan mancanegara yang lebih besar.

"Tahun ini mungkin kita belum merasakan dampaknya, mudah-mudahan ke depan akan jauh lebih banyak turis asing yang datang melalui promosi dan penjualan paket yang makin gencar," katanya.

Data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayapura mencatat, pada FDS 2009 ada 452 wisman dan 20.473 wisatawan domestik yang mengunjungi FDS.

Percepatan pembangunan
Bupati Jayapura Habel Melkias Suwae menyatakn yakin bahwa penyelenggaraan FDS yang terus menerus dan makin profesional akan mempercepat pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat.

Menurut dia, suka atau tidak suka, melalui FDS, masyarakat di kampung-kampung yang punya nilai-nilai budaya itu akan `dipaksa` untuk membenahi diri dengan menggali kembali apa yang mereka punya untuk ditampilkan di FDS dan menyesuaikan diri dengan perkembangan luar sehingga terjadi percepatan.

"Akan muncul semacam `pemaksaan` terhadap mereka. Warga akan dipaksa oleh situasi untuk meningkatkan keterampilan, pendidikan, kesehatan, kemampuan berbahasa, skala usaha dan lain-lain.

Ia memberi contoh, anak-anak sekolah bisa menjadi pemandu wisata (guide) bila wisatawan asing makin banyak yang datang. Kalau mau jadi `guide` maka mereka harus belajar Bahasa Inggris.

Dari segi keterampilan, masyarakat yang pandai mengukir dituntut mampu berkreasi untuk menghasilkan karya-karya seni yang menarik dan lebih berkualitas, sementara para petani dituntut untuk menyediakan produk-produk hasil pertanian dan kuliner yang sehat dan bernilai gizi tinggi.

"Para pemilik perahu dan rumah-rumah penginapan (home-stay) akan mendapatkan penghasilan, begitu juga para pengrajin, penari, penyanyi, dan pemusik tradisional. Semuanya akan meningkat penghasilannya namun dituntut untuk meningkatkan kualitas produk dan kreasi mereka," ujarnya.

Sementara itu, para pengusaha hotel dan restoran mendapat bisnis yang semakin menggiurkan karena kamar-kamar hotel mereka akan dipenuhi tamu, sementara pemerintah daerah mendapat penghasilan dari pajak-pajak dan retribusi yang seauanya akan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan pemerintah yang makin baik dan proyek-proyek pembangunan.

"Sejak awal bulan Juni ini, permintaan kamar hotel terus meningkat. Okupansi hotel di Sentani, Abepura dan Kota Jayapura selama Juni ini mencapai 90 persen, naik cukup tinggi dari bulan Mei yang 70 persen," kata Sekretaris Umum PHRI Papua Jefri Abel.

Yang lebih penting lagi, kata Jefri, FDS ini akan memberitahukan kepada dunia bahwa Papua merupakan daerah yang aman untuk dikunjngi oleh masyarakat internasional.

Sedangkan Bupati Jayapura Habel M Suwae mengatakan, FDS akan lebih mempererat persatuan dan kesatuan bangsa di Tanah Air.

"Kalau secara nasional selama ini kita sangat banyak disuguhi oleh penampilan budaya Melayu, maka melalui FDS kita akan melihat penampilan dari suku bangsa yang berbeda dengan Melayu yakni suku bangsa dari Papua sehingga semua anak bangsa bisa saling mengenal sehingga timbul rasa saling menghargai dan menghormati yang muaranya adalah makin kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ujar Habel.

FDS, katanya, akan menjadi salah satu wadah untuk melihat bahwa Indonesia memiliki banyak ras, kekayaan budaya, dan adat istiadat yang akan mempersatukan.

Itu sebabnya, kata Habel, FDS 2010 ini tidak hanya menampilkan orang-orang Sentani dari 18 sub etnis di Jayapura tetapi juga dari berbagai kabupaten/kota di Papua seperti Raja Ampat, serta dari Maluku, Makassar, Tanah Toraja, Jawa, dan Sumatera.
(R007/Z002)

Oleh Rolex Malaha
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010