Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 membuat tempat pendidikan membatasi interaksi tatap muka dan beralih ke ruang digital untuk melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ), dan hal itu menjadi tantangan bagi pengajar maupun orangtua dari anak yang mengalami Autism Spectrum Disorders (ASD).

Akademisi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dr. Adriana Soekandar Ginanjar mengatakan bahwa orang tua mau tak mau memang menjadi ujung tombak dari pendampingan dan pembelajaran anaknya yang autisme di rumah.

"Memang (adanya pandemi) membuat ini (pembelajaran) sangat terkendala, sehingga memang, ujung tombaknya adalah peran orang tua di rumah," kata Adriana kepada ANTARA, Senin.

Dengan orang tua yang menjadi pendamping utama, Adriana menyarankan untuk terus berkomunikasi dengan guru atau terapis bila sewaktu-waktu merasa kebingungan, terutama untuk mendampingi anak kecil dengan autisme.

Baca juga: Menggapai optimisme meskipun autis

"Kalau untuk anak yang masih kecil, orang tua bisa disksusi dengan guru lewat online, jadi nanti diobservasi sama terapisnya, terus nanti diberi tahu kalau misalnya ada (penanganan) yang kurang tepat, dan lainnya. Sekarang, alat peraga juga bisa diberikan, rekomendasi dari guru," jelas wanita yang terlibat di Yayasan Autisma Indonesia tersebut.

"Sekarang, untuk sebagian anak yang sudah besar bisa melakukan PJJ empat kali seminggu. Tapi memang yang dilakukan sangat terbatas. Lebih banyak aktivitas prakarya dan memasak. Kalau untuk akademik, banyak dilakukannya individual seminggu sekali karena mereka kesulitan," imbuhnya.

Lebih lanjut, tak hanya memberikan perhatian sepenuhnya kepada anak, Adriana juga menyarankan orang tua untuk juga memperhatikan diri sendiri, dan ibu maupun ayah juga mampu bekerja sama satu sama lain agar tidak kelelahan.

"Lebih baik orang tua berbagi, ada yang menjadi manajer yang tugasnya menkoordinir terapinya, sekolahnya, dan penanganan di rumah. Jadi, artinya jangan menjadi manager sekaligus pelaksana (bekerja) karena pasti akan sangat capai. Seluruh anggota keluarga dilibatkan. Ada kakak yang bisa terapi adiknya di rumah, ayahnya di weekend bergantian dengan ibu untuk menjaga, sehingga ada hari me time untuk ibu," jelasnya.

"Selanjutnya, penting bagi orang tua untuk tidak berhenti belajar. Spektrumnya dimana kita harus tahu, jadi, terapinya seperti apa, sekolahnya, dan lainnya. Jadi orang tua bisa mengerti. Effort belajar dan tanya ke orang tua lain penting," pungkasnya.

Baca juga: Cara mengenalkan puasa kepada anak dengan autisme

Baca juga: Kemarin, puasa untuk pengidap GERD hingga Innova edisi 50 tahun Toyota

Baca juga: Orang tua wajib dampingi anak autisme akses gawai di era digital

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021