Jakarta (ANTARA News) - Boleh jadi terompet khas itu terkenal di Afrika, tapi suara vuvuzela mungkin baru terdengar saat Piala Dunia, sedangkan cabang lain olah raga telah melarang suara alat musik tiup itu diperdengarkan di lapangan pertandingan, dan rugby menjadi pelopornya.

Afrika Selatan telah mengonfirmasi bahwa negara tersebut akan membawa vuvuzela dalam pertandingan di Stadion Nasional, yang juga dikenal dengan nama Soccer City, di Soweto, pada 21 Agustus, tapi para pejabat telah berkeras bahwa alat musik tiup dari plastik itu takkan diperkenankan.

"Kami lebih suka tak ada vuvuzela, sebab suaranya akan menenggelamkan suara para pemain ...," kata Presiden Golden Lions Kevin Klerk kepada wartawan di Johannesbur, Rabu.

Stadion dengan kapasitas 88.791 kursi itu akan menjadi tempat pertandingan final Piala Dunia FIFA pada 11 Juli dan menciptakan kemungkinan kedatangan massa paling besar ke Springbok Test sejak klub Lions Inggris dan Irlandia menarik sebanyak 95.000 penonton ke Ellis Park pada 1955.

Vuvuzela sudah dilarang dari pertandingan di Selandia Baru, dan kepala pelaksana Eden Park David Kennedy berkeras, "Setiap vuvuzela yang dibawa ke tempat itu akan disita."

Sementara itu vuvuzela juga telah dilarang dari jalan-jalan di Pamplona selama pembukaan acara adu banteng San Fermin, demikian laporan kantor berita China, Xinhua.

Vuvuzela, atau ada juga yang menyebutnya Fufuzela, adalah sejenis terompet berukuran sepanjang kira-kira 65 Cm. Umumnya digunakan oleh para penggemar pertandingan sepak bola di Afrika.

Terompet itu dikenal pula sebagai lepatata (bahasa Tswana), dan perlu ditiup dengan teknik khusus sehingga mengeluarkan suara monoton keras bernada B. Instrumen serupa (yang di Spanyol dikenal sebagai corneta) juga digunakan oleh para penggemar sepak bola di Brazil dan negara-negara Amerika Latin.

Akhir-akhir ini, vuvuzela dan vuvuzelas (suara maupun peniupnya) telah menjadi kontroversi. Bila ditiup beramai-ramai dan terdengar tak putus-putus karena orang bergantian meniupnya, akan terdengar seperti "segerombolan belalang yang memekakkan telinga", atau "sarang lebah raksasa yang dilempar batu", atau "segerombolan lalat hijau yang mengerumuni seonggok bangkai".

Karena suaranya yang tak enak didengar, terompet itu tampaknya takkan lagi hadir di stadion saat pertandingan olah raga.

Pada awal kemunculannya, kebanyakan vuvuzela terbuat dari timah, alumunium, dan logam tipis lain, tetapi belakangan lebih banyak dibuat dari bahan plastik.

Asal-usul nama vuvuzela sejauh ini masih jadi perdebatan. Belum dapat dipastikan apakah nama vuvuzela berasal dari bahasa-bahasa Afrika, atau dari istilah Amerika Latin, atau dari bahasa lain.(C003/s018)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010