Mogadishu (ANTARA News/AFP) - Gerilyawan Al-Shabaab Somalia hari Senin mengaku bertanggung jawab atas serangan bom tengah malam di Kampala yang menewaskan sedikitnya 74 orang.

"Kami mendalangi serangan itu karena kami berperang dengan mereka," kata Ali Mohamoud Rage, juru bicara utama kelompok gerilya tersebut, kepada wartawan di Mogadishu.

Pemimpin Al-Shabaab telah memperingatkan dalam pesan terekam pada bulan ini bahwa Uganda akan menghadapi pembalasan karena peranannya dalam membantu pemerintah sementara Somalia yang didukung Barat.

"Kami memperingatkan orang-orang Uganda agar mengendalikan diri dari tindakan mereka, kami berbicara dengan pemimpin dan orang-orang mereka dan mereka tidak pernah mendengar kami," kata Rage.

Uganda adalah negara pertama yang menempatkan pasukan di Somalia pada awal 2007 untuk misi Uni Afrika yang bertujuan melindungi pemerintah sementara dari Al-Shabaab dan sekutu mereka yang berhaluan keras di negara Tanduk Afrika tersebut.

Rabu (7/7), ratusan pendukung Al-Shabaab berjanji meningkatkan perang jihad terhadap pasukan Uni Afrika (AU) di Somalia.

Pernyataan para demonstran di kota Beledweyn, Somalia tengah, itu merupakan jawaban kelompok gerilya muslim garis keras tersebut atas janji yang disampaikan Senin pada sebuah pertemuan puncak regional bagi penambahan 2.000 prajurit lagi untuk memperkuat misi AU di Somalia (AMISOM).

Badan Pembangunan Antar-Pemerintah (IGAD) yang beranggotakan enam negara mengumumkan sebelumnya di Addis Ababa bahwa mereka telah memutuskan segera mengirim 2.000 prajurit tambahan yang dibutuhkan AMISOM untuk mencapai jumlah pasukan 8.100 sesuai dengan yang direncanakan.

Pasukan Uni Afrika mendukung pemerintah Somalia dalam perang melawan gerilyawan garis keras itu.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya, Hezb al-Islam, berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.

Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.

Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.

Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh Al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.

Gerilyawan muslim garis keras, yang meluncurkan ofensif sejak 7 Mei 2009 untuk menggulingkan pemerintah sementara dukungan PBB yang dipimpin oleh tokoh moderat Sharif Ahmed, meningkatkan serangan-serangan mereka.

Tiga pejabat penting tewas dalam beberapa hari sejak itu, yang mencakup seorang anggota parlemen, seorang komandan kepolisian Mogadishu dan seorang menteri yang terbunuh dalam serangan bom bunuh diri.

Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010