Richard Moller Nielsen saat mendampingi timnya menghadapi Prancis dalam pertandingan Grup I Kejuaraan Piala Eropa di Malmo Stadion, Swedia, pada 1 Juni 1992 (PA Images via Reuters Connect/Neal Simpson)


Membangun optimisme

Ia mencoba membangun semangat para pemainnya dan juga memberi optimisme bagi masyarakat negaranya yang semula tidak banyak berharap pada timnas mereka yang mendapat "hadiah hiburan" lolos putaran final.

Tidak banyak ulasan soal keistimewaan strategi Moller Nielsen dalam menyiapkan tim, kecuali dengan menekankan semangat dan kedisiplinan pemain.

Nielsen juga dikenal sebagai pelatih yang jarang memuji pemain secara individu, karena menurut dia kemenangan dalam suatu pertandingan adalah kemenangan sebuah tim.

"Disini anda melihat bahwa tidak selalu pemain terbaik yang membuat tim terbaik. Mereka yang disini berjuang dengan baik dan saling membantu satu sama lain selama pertandingan, mereka layak mendapat pujian," kata Nielsen usai timnya memenangi sebuah pertandingan di Beograd.

Formasi 5-2-1-2 yang diterapkannya juga menyiratkan strategi yang cenderung memperkuat pertahanan -- hal yang sebenarnya tidak disukai oleh para pemain top Denmark ketika itu yang ingin timnya lebih ofensif.

Namun bagai kisah-kisah dalam dongeng karya penulis kenamaan Denmark abad ke-19 Hans Cristians Andersen, dalam waktu persiapan yang sangat singkat Moller Nielsen dapat "menyihir" skuad baru tim Dinamit menjadi tim yang begitu solid.

Padahal, ketika para pemain mendapat panggilan mendadak untuk masuk kamp pelatihan timnas, mereka umumnya sedang asyik berlibur di pantai-pantai, bersantai minum bir di kafe-kafe atau memanfaatkan waktu kosong kompetisi bersama keluarga masing-masing.

Denmark berada satu grup bersama Inggris, Prancis dan tuan rumah Swedia di grup A. Sementara di grup B berisi tim Belanda, Jerman, Skotlandia dan CIS.

Mereka mengawali penampilan dengan menahan imbang Inggris 0-0, namun pada pertandingan berikutnya Denmark harus mengakui keunggulan tuan rumah Swedia 0-1.

Ketangguhan tim dinamit ini mulai mendapat perhatian setelah mereka mampu mengalahkan Prancis 2-1 di laga terakhir grup A sehingga mereka lolos ke semifinal sebagai runner up grup.

Mereka pun mampu menumbangkan tim favorit ketika itu Belanda di semifinal melali adu penalti setelah imbang 2-2.

Kemenangan di semifinal membuat skuad Denmark lebih percaya diri meskipun di final mereka harus menghadapi raksasa sepak bola lainnya, Jerman.

Strategi bertahan dan serangan balik yang diterapkan Moller Nielse, berjalan baik. Gol-gol oleh Jon Jensen dan Kim Vilfort, serta penampilan cemerlang kiper Peter Schemichel dan barisan belakang Denmark membuahkan kemenangan meyakinkan 2-0 di laga final.

Pasca sukses di Piala Eropa 1992, tidak ada lagi kisah fenomenal yang terkait dengan tim nasional Denmark maupun Moller Nielsen sendiri.

Baca juga: Lumat Gibraltar 6-0, Denmark puncaki Grup D
Baca juga: Petik satu poin dari Irlandia, Denmark lolos ke putaran final


Denmark bahkan gagal lolos ke putaran final Piala Dunia 1994 di Brazil, sedangkan pada Piala Eropa berikutnya di tahun 1996, tim Dinamit harus tersingkir di babak penyisihan grup.

Namun di sela-sela itu, Denmark sempat mencatat kemenangan dalam pertandingan Piala Konfederasi tahun 1995 dengan mengalahkan Argentina 2-0.

Moller Nielsen selanjutnya mendapat kepercayaan menangani tim nasional Finlandia, namun ia gagal membawa tim dari negeri Skandinavia itu untuk lolos putaran final Piala Dunia 1998.

Demikian pula ketika ia menjadi pelatih timnas Israel pada peride 2000-2002, ia tidak bisa memberikan "sentuhan ajaib" seperti ketika menangani tim Denmark di Piala Eorpa 1992.

Moller Nielsen meninggal dunia pada 13 Februari 2014 karena penyakit kanker tumor otak di usia 76 tahun

"Ia adalah salah satu pelatih terbaik yang pernah kita miliki, jika tidak disebut yang sangat terbaik," kata Sepp Piontek ketika itu.

Prestasinya yang fenomena di tahun 1992, membuat namanya tetap dikenang di lintasan sejarah Piala Eropa. Apalagi hingga saat ini belum ada pelatih tim Denmark yang mempu menyamai kesuksesan seorang Richard Moller Nielsen.

Kisah kesuksesan tim non unggulan yang mampu meraih juara Eropa sebenarnya bukan hanya Denmark.

Tim "underdog" Yunani juga pernah membuat kejutan menjuarai edisi tahun 2004, demikian pula Spanyol yang meraih trofi itu pada 2008 di saat mental timnya sedang terpuruk.

Namun latar dan berbagai peristiwa di balik kiprah Denmark di Piala Eropa 1992 menjadikan kejutan tim Dinamit ini menjadi sangat fenomenal dalam sejarah sepak bola Eropa.

Baca juga: Partisipasi Denmark di Euro 2020 terancam

Copyright © ANTARA 2021