Yogyakarta (ANTARA News) - Pengenalan terhadap sejarah dan perjalanan budaya bangsa harus mendapat perhatian besar sebagai salah satu cara untuk merevitalisasi Pancasila.

"Pengenalan sejarah dan budaya menjadi kekuatan dalam proses pembentukan manusia Indonesia yang sadar akan perlunya eksistensi bangsanya," kata pengamat sosial budaya dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Daud Aris Tanudirjo saat menjadi pembicara Seminar Nasional Revitalisasi Pancasila di Yogyakarta, Sabtu.

Ia mengatakan proses pengenalan sejarah dan perjalanan budaya bangsa harus lebih diutamakan pada upaya memberikan pencerahan dan bukan indoktrinasi.

"Berikanlah pengertian, tidak sekadar hafalan. Cara tersebut akan melahirkan insan-insan yang kreatif dan bukan peniru belaka," katanya.

Strategi kebudayaan bangsa, kata dia, harus mampu mencapai sasaran pokoknya, yaitu menjamin eksistensi bangsa, menggerakkan kehidupan bangsa, membentuk dan membina kepribadian bangsa, serta menata kehidupan bangsa.

"Strategi kebudayaan harus diarahkan untuk mencapai tujuan meningkatkan harkat kemanusiaan manusia Indonesia," katanya.

Menurut dia langkah yang tidak kalah penting adalah memperbaiki arah, kebijakan, dan sistem pendidikan nasional yang diterapkan Indonesia saat ini.

"Sistem pendidikan nasional harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai budaya setempat dengan tujuan utama membentuk manusia seutuhnya," katanya.

Daud mengatakan pada masa awal setelah kemerdekaan, sistem pendidikan yang merujuk pada pola-pola setempat masih cukup berperan, antara lain dimotori oleh Tamansiswa.

"Namun, dalam perjalanannya peran pendidikan tersebut semakin lama semakin tergeser dengan pendidikan yang cenderung menjadi sarana menghasilkan tenaga kerja," katanya.

Ia mengatakan pembekalan nilai Pancasila saat ini hanya sebatas pelengkap yang dirasakan tidak terlalu penting.(*)

(ANT-158/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010