Mekah (ANTARA News) - Tim Pemantau penyelenggaraan ibadah haji Komisi VIII DPR menyoroti kekurangan dalam penyelenggaraan haji l430 Hijriah seperti penyediaan obat-obatan, kenyamanan pemondokan dan transportasi jemaah dari pemondokan ke Masjidil Haram.

Setelah melakukan rapat koordinasi dengan Menteri Agama Suryadharma Ali, Ketua Komisi VIII DPR Abdul Karding (PKB) bersama Menag di Mekah, Senin langsung melakukan jumpa pers untuk menyampaikan hasil evaluasi hasil temuan Tim yang dipimpinnya.

Mengenai masalah angkutan jemaah dari pemondokan di Mekah ke Masjidil Haram dan sebaliknya, Komisi VIII menilai memang ada kekurangan, dan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIH) sudah berjanji akan memperbaikinya di masa mendatang.

Menurut catatan, bus-bus shuttle yang disewa dari muasassah (pengelola layanan haji setempat) sering mangkir dan tidak menepati jadwal dan rute yang telah ditentukan, sehingga jemaah terpaksa menunggu berjam-jam di halte-halte keberangkatan dari pemondokan atau di halte pemulangan di Masjidil Haram.

Hal itu terjadi karena para pengemudi yang sebagian besar berkebangsaan Syria dan Mesir itu memanfaatkan lemahnya pengawasan dari pihak PPIH.

Mengenai pemondokan, Tim DPR itu juga menerima keluhan dari sejumlah jemaah mengenai kamar-kamar yang dijejali lebih dari 18 orang, ada yang toilet atau kamar mandinya cuma lima, padahal jemaah yang menghuni sampai seratus orang.

"Mengenai hal ini kami telah mendengar komitmen dari Menteri Agama untuk menindaklanjutinya," tutur Abdul Kadir Karding.

Sementara mengenai penyediaan obat-obatan, Tim Pemantau DPR menemukan kurangnya jumlah obat atau ditukarnya obat bermerek (branded) dengan obat-obat generik yang lebih murah harganya.

"Ini akan kita lacak secara maksimal karena sudah termasuk penipuan atau tindak kriminal," ujarnya.

Karding mengakui, penanganan masalah obat-obatan tidak bisa dibebankan pada Departemen Agama karena yang berwenang adalah Departemen Kesehatan dengan mitra kerjanya, Komisi IX DPR.

Namun seingat Karding, Departemen Kesehatan telah mendapatkan anggaran yang cukup besar untuk pengadaan obat-obatan, apalagi gaji dokter dan perawatnya di tim haji berstandar internasional, sehingga pelayanannya tentunya harus ditingkatkan lagi.

Pada akhir pemaparannya, ia mengatakan bahwa secara umum ia puas dengan penyelenggaraan haji tahun ini, namun berharap agar departemen agama tetap berkomitmen memperbaikinya.

"Mengusrus muktamar (parpol-red)saja, sulit, ada kelompok tandingan segala, apalagi mengurus jemaah yang berjumlah 200.000 orang," katanya menambahkan.


Menteri Agama Janji

Sementara Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali menanggapi hasil evaluasi Tim Komisi VIII itu berjanji akan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.

Menag mengemukakan, memang ada kekurangan di sana-sini, tetapi hal itu tidak dominan, namun demikian pihaknya tidak menganggap remeh dan akan menindaklanjutinya segera.

Sebagai contoh ia mengemukakan mengenai makanan yang dinilai oleh seorang jemaah calon haji Sumatra Utara yang "kurang nendang" atau kurang terasa bumbunya.

Mengenai pemondokan jemaah, Menteri berjanji pada musim haji ke depan sudah tidak ada lagi jemaah yang jarak pemondokannya dari Masjidil Haram sampai tujuh kilometer.

Menurut menteri, jika lokasi pemondokan paling jauh empat Km, dan kendaraan dilarang melintas pada batas lingkaran dua kilometer dari Masjidil Haram, berarti jemaah paling jauh berjalan kaki dua kilometer.

"Ini berarti masalah transportasi relatif bisa teratasi," ujarnya, seraya menambahkan, ia malah manargetkan lokasi pemondokan pada tahun depan tidak lebih dari tiga Km dari Masjidil Haram.

Dengan Tim DPR, menurut menteri, ia berbagi pandangan mengenai penyelenggaraan haji ke depan, misalnya mengenai apakah kurang baiknya pelayanan terjadi akibat kurang memadainya anggaran.

Menurut menteri, semakin tinggi tuntutan mengenai kualitas pelayanan, biasanya akan semakin tinggi pula anggaran yang harus dialokasikan.

"Yang kita fikirkan, bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan tanpa membebani anggaran, " tuturnya.

Juga misalnya mengenai gedung Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPIH) Madinah yang dinilai kurang representatif dibandingkan gedung BPIH di Mekah, menurut Menag, anggaran perbaikannya akan dicarikan pada tahun anggaran mendatang.

Mengenai masih adanya jemaah calon haji nonkuota, Menag mengemukakan bahwa Depag tidak dalam posisi untuk melarang siapa pun yang bhendak beribadah haji, lagipula, tidak semuanya bermasalah.

Jemaah calon haji program nunkuota dikelola oleh biro-biro jasa yang tidak terdaftar dan tanpa koordinasi dengan Departemen Agama, memanfaatkan "calling visa" atau undangan dari Pemerintah Arab Saudi yang diperoleh biro-biro jasa itu melalui lobi-lobi dengan Kedubes Arab Saudi atau kementerian urusan haji Arab Saudi.

Sejumlah calhaj program nunkuota terlantar, karena setibanya di bandara debarkasi di Jeddah atau Madinah, tidak didampingi oleh perusahaan yang mengurus mereka, padahal mereka telah membayar mahal, jauh di atas biaya yang dikeluarkan calon haji reguler (dulu ONH). (*)

Editor: Ricka Oktaviandini
Copyright © ANTARA 2009