"Pada gejala yang ringan, kita dapat memberikan tetes air mata buatan (artificial tears) yang bisa didapatkan di toko obat terdekat, karena pada dasarnya radang selaput lendir yang disebabkan karena virus dapat sembuh sendiri," jelas Ayu.

Namun Ayu menambahkan apabila gejala yang dialami pasien termasuk berat dan sangat mengganggu aktivitas karena nyeri maupun gangguan penglihatan, manfaatkan fasilitas konsultasi online (telemedisin) dengan dokter spesialis mata (dalam hal ini adalah teleoftalmologi) dari klinik mata maupun rumah sakit yang menyediakan fasilitas tersebut.

Baca juga: Ciri-ciri anak butuh bantuan kacamata

Selain kaitannya dengan penyakit COVID-19, banyak sekali aspek kesehatan mata yang terdampak oleh pandemi COVID-19 yang bahkan telah dinyatakan sebagai ancaman untuk kesehatan masyarakat akibat penggunaan perangkat digital atau gawai di era pandemi, baik itu untuk sekolah, bekerja, membaca berita di internet dan menonton film, yaitu digital eye strain (mata lelah) dan dry eye syndrome (sindroma mata kering).

Digital eye strain sering juga disebut dengan computer vision syndrome, yang disebabkan karena kelelahan otot-otot akomodasi mata akibat bekerja dalam jarak dekat dalam waktu yang lama.

Gejala yang timbul pada orang dewasa antara lain penglihatan kabur, mata terasa lelah, hingga pusing atau nyeri kepala, sementara anak-anak biasanya memicingkan mata, mengucek-ucek mata, dan mendekatkan atau menjauhkan mata dari layar.

Digital eye strain dapat dicegah dengan membatasi screen time, atau waktu yang kita habiskan di depan layar per hari selama dua hingga empat jam sehari, dan pada anak-anak, batasi screen time sesuai rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia).

Pencegahan juga dapat kita lakukan dengan melakukan sistem 20-20-20 saat bekerja menggunakan perangkat digital. Sistem ini dilakukan dengan cara istirahat 20 detik, setiap 20 menit, dengan melihat sejauh 20 kaki (6 meter).

"Latihan ini penting dibiasakan untuk mencegah mata lelah, karena pada jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan peningkatan jumlah penderita rabun jauh dan ukuran kacamata minus," jelas Ayu.

Pada sindroma mata kering, gejala yang lazim dialami antara lain rasa kering, pedih, panas, gatal, maupun mata berair. Hal ini disebabkan karena berkurangnya frekuensi berkedip seseorang saat menggunakan perangkat digital dan diperberat dengan berada di ruangan ber-AC.

Bila mengalami gejala sindroma mata kering yang ringan, kita dapat meneteskan tetes air mata buatan secara rutin untuk memperbaiki fungsi lapisan air mata kita, namun bila keluhan dirasa sangat mengganggu, berkonsultasilah kepada dokter spesialis mata untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik.

Oleh sebab itu janganlah meremehkan kesehatan mata pada masa pandemi ini. Perhatikan kondisi mata Anda, karena lebih baik mencegah daripada mengobati.


Baca juga: Yoga mata beri relaksasi di tengah serbuan acara virtual

Baca juga: Agar mata tetap sehat meski terus terpapar layar gawai

Baca juga: Atasi mata minus tanpa lasik untuk anak, mungkinkah?

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021