merokok merupakan perilaku yang tidak baik, menganiaya diri, keluarga, dan menghamburkan uang
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meminta berbagai kalangan masyarakat untuk gencar melakukan kampanye mengenai bahaya rokok dalam rangka menjaga anak agar tetap sehat.

"Dengan segala keburukannya, rokok dapat menghambat anak untuk tumbuh dan berkembang, dan melanggar hak anak," ujar Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kemen PPPA Entos Zainal dalam Bincang Ahli dan Kelas Inspirasi Anak (Bakiak) yang dipantau via daring di Jakarta, Rabu.

Di samping itu, lanjut dia, rokok juga dapat menyebabkan anak lebih mudah terkena penyakit, baik menular maupun tidak menular pada usia muda.

Ia menyampaikan bahwa, rokok merupakan bagian dari napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif).

Menurut dia, remaja perokok memiliki kecenderungan berkali lipat untuk mengonsumsi zat adiktif lainnya.

"Kita harus kampanyekan bahwa merokok merupakan perilaku yang tidak baik, menganiaya diri, keluarga, dan menghamburkan uang," katanya.

Baca juga: Cara efektif berhenti merokok

Ia menyampaikan berbagai masalah muncul karena merokok, mulai dari penyakit paru-paru kronis, stroke, serangan jantung, kanker, hingga kemandulan dan impotensi.

Entos mengatakan dengan menjaga anak dari paparan tembakau atau rokok maka Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi pada tahun-tahun mendatang.

"31,6 persen atau 84,4 juta penduduk Indonesia adalah anak. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan," katanya.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (Kompak) menilai perlunya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan guna menangani paparan rokok terhadap anak di tengah pandemi COVID-19.

Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari, yang tergabung dalam Kompak mengatakan potensi anak terpapar iklan dan asap rokok tinggi meski sedang menjalani pembelajaran jarak jauh.

"Ketika COVID-19, banyak anak di rumah dan menggunakan gawai untuk sekolah dan terpapar iklan, dan ketika di rumah potensi jadi perokok pasif juga tinggi, karena paparan orang tuanya," ujarnya.

Ia mengatakan saat anak-anak menggunakan gawai untuk pembelajaran, mereka tidak bisa menolak jika muncul iklan "pop-out" yang memuat unsur rokok dan sejenisnya saat mengakses sejumlah tautan.

Padahal, kata dia, sudah menjadi aturan dalam PP 109/2021 bahwa iklan rokok tersebut tidak boleh muncul begitu saja.

Baca juga: IDAI: Dampak merokok sejak dini semakin parah
Baca juga: Penyuluhan bahaya rokok harus dimulai dari SD

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021