Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) mengajak pengusaha dari kalangan industri pangan agar dapat memanfaatkan teknologi iradiasi nuklir yang dapat membantu mematikan mikroorganisme penyebab pembusukan bahan pangan.

“Tidak hanya masalah keawetan saja, tapi dengan proses iradiasi bahan makanan juga bisa terbebas dari jamur dan mikroba berbahaya lainnya,” kata Ketua Amvesindo Jefri Sirait dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan bahwa salah satu permasalahan utama dalam industri pangan di Indonesia saat ini adalah pembusukan hasil pangan seperti buah dan sayuran, yang diakibatkan oleh perubahan iklim atau suhu saat dilakukan distribusi antar provinsi atau pulau. Hal ini kemudian berdampak pada hasil pangan yang ditolak saat sampai pada negara tujuan ekspor.

Baca juga: Indonesia jajal teknologi iradiasi untuk kurangi sampah plastik

Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), lanjutnya, hadir dengan teknologi iradiasi pangan yang memanfaatkan teknik penyesuaian tenaga nuklir agar membantu mematikan mikroorganisme penyebab pembusukan pada bahan pangan dan tidak mempengaruhi kualitas produk.

Melalui iradiasi, ujar dia, komoditas pangan seperti sayuran, buah-buahan, hingga olahan lainnya akan menjadi lebih awet dan higienis.

"Hal ini akan sangat berguna karena dalam bisnis pangan, keawetan pangan dan higienitas masih menjadi isu, terutama ketika harus melewati pengiriman antarkota serta provinsi. Menurut Jefri tantangan utamanya terletak pada pengiriman ekspor ke luar negeri, di mana pasar ekspor komoditas pangan nasional sedang mengalami peningkatan tren," paparnya.

Apalagi, Jefri mengingatkan bahwa pada masa pandemi kesadaran masyarakat akan konsumsi makanan sehat meningkat sangat pesat yang berdampak juga pada tren gaya hidup sehat.

Baca juga: Indonesia persiapkan nuklir untuk perangi kelaparan

Ia mengungkapkan, iradiasi pangan sudah lebih dahulu menjadi tren di belahan dunia lain seperti Amerika Serikat. Diketahui teknologi iradiasi pangan juga sudah mendapat dukungan lebih dari 60 negara.

Sementara itu, Tenaga Ahli Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Batan, Dr. Ir. Rindy Panca Tanhindarto, M.Si mengatakan, jaminan peningkatan kualitas pangan hasil iradiasi akan sangat bermanfaat bagi pelaku usaha.

Hal itu, ujar dia, karena jaminan tersebut bisa meminimalkan timbulnya risiko pada rangkaian proses yang dilalui hingga produk sampai pada konsumen. Rindy mencontohkan kerap terjadinya kesalahan teknis yang terjadi ketika pengiriman barang terutama fasilitas penyimpanannya. Iradiasi, katanya, sudah menjamin kualitas pangan jika terjadi perubahan suhu ketika di perjalanan.

“Iradiasi ini menggunakan teknologi radiasi yang memanfaatkan salah satu teknik penyesuaian tenaga nuklir. Seperti namanya, iradiasi adalah radiasi nuklir yang terarah atau terukur, melalui suatu tujuan yang jelas. Semua perhitungan terhadap aspek fungsi dan keamanan dilakukan dengan sebaik-baiknya,” kata Rindy.

Dalam perjalanannya, Rindy mengatakan iradiasi sudah dicanangkan pada peraturan pangan dunia sejak tahun 1970. Di Indonesia sendiri, pemerintah sudah melegalkan iradiasi pangan sejak tahun 1987 silam.

Sebelum mengeksekusi iradiasi, BATAN akan menentukan keamanan berlapis yang ditinjau dari aspek mikrobiologi, kimia radiasi, fisika radiasi, nutrisi, toksisitas, mikrobiologi, bahan pengemas, dan organoleptiknya.

BPOM pun sudah mengeluarkan teknis aspek keamanan dan tata cara secara lengkap. Hal tersebut tercantum pada Peraturan BPOM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pangan Iradiasi dan Peraturan BPOM Nomor 18 Tahun 2019 tentang Cara Iradiasi Pangan yang Baik.

Adapun berbagai jasa dan berbagai teknis yang diperlukan telah diatur sebagai beleid penerimaan negara bukan pajak pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Tenaga Nuklir Nasional.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021