Jakarta (ANTARA News) - Keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) bersama para aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengirimi surat ukuran besar kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berisi rekomendasi DPR untuk kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998.

"`Surat berupa baliho raksasa ini sengaja kami gelar agar Presiden membuka matanya, dan segera menindaklanjuti rekomendasi DPR," kata kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andrian, di Jakarta, Minggu.

Baliho berbentuk surat berukuran 15 x 10 meter itu digelar di depan pintu gerbang utara Monumen Nasional (Monas), tepat di depan Istana Negara. Selain baliho, para aktivis juga membuat lukisan bertema mencari orang hilang.

Baliho besar yang menyerupai kertas putih itu bertuliskan empat rekomendasi DPR yang dihasilkan dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan Pemerintah pada 28 September 2009.

Rekomendasi tersebut mendorong Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc, meminta Presiden dan institusi pemerintah untuk mencari 13 orang yang dinyatakan hilang.

Selain itu, mereka juga meminta pemerintah merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga, serta permintaan agar meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.

Aksi tersebut dilakukan terkait peringatan Hari HAM Sedunia pada 10 Desember sebagai momentum untuk mengingatkan kembali Presiden agar segera menindaklanjuti rekomendasi DPR.

Di samping itu, aksi yang dilakukan KontraS, Hammurabi, FKKM, Paguyuban Mei 1998, JRKM, IKOHI, IKAPPRI, YPKP 65, GMNI UKI, Arus Pelangi, Kolono Hitam Bandung dan lainnya juga untuk menunjukkan masih banyak masalah HAM di Indonesia yang belum diselesaikan.

"Harapan kami agar Presiden segera menindaklanjuti rekomendasi DPR, terutama terkait 13 orang yang masih dinyatakan hilang. Ini juga penting bagi sejarah Indonesia sebenarnya apa yang terjadi di masa lalu," kata Yati.
(T.D016/A041/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010