Yogyakarta (ANTARA News) - Dominasi negara dan swasta mempersempit akses masyarakat untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam.

"Melemahnya akses tersebut membuat masyarakat semakin terpinggirkan," kata pengamat agraria dari Institut Pertanian Bogor Arif Satria saat menjadi pembicara seminar tentang Undang-Undang Pokok Agraria dan Sektoralisasi Agraria di Yogyakarta, Rabu.

Ia mengatakan manfaat yang diberikan oleh eksploitasi sumber daya alam (SDA) hanya dinikmati oleh aktor-aktor tertentu sehingga mendorong terciptanya ketimpangan sosial dan ekonomi.

"Terutama yang terjadi di wilayah pesisir dimana kegiatan pertambangan swasta di daerah tersebut terbukti memperlemah akses nelayan untuk melaut karena lautnya tercemar oleh limbah pertambangan," katanya.

Rencana pemerintah untuk membentuk kluster perikanan berupa konsesi khusus bagi segelintir pengusaha perikanan, kata dia dapat berdampak pada melemahnya hak-hak nelayan.

"Begitu pula praktik konservasi laut yang sentralistik yang berpotensi membatasi akses nelayan dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya ikan," katanya.

Undang-Undang No 5 Tahun 1990 Tantang Konservasi Sumber Daya alam hayati masih sangat sentralistik dan minim pengakuan terhadap eksistensi hak-hak masyarakat pesisir.

"Ketidakberpihakan pemerintah tersebut semestinya dapat diakhiri karena saat ini pemerintah sudah punya Undang-Undang No 27 Tahun 2007 Tentang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang saat masih dalam proses revisi," katanya.

Menurut dia, bagi masyarakat daerah pesisir, hak pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan merupakan prasyarat terjaminnya kelangsungan hidup mereka.

"Kerusakan sumber daya alam pesisir dan konservasi yang sentralistik akan berdampak pada tidak berfungsinya hak-hak masyarakat di daerah tersebut," katanya. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010