Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit (Apkasindo) mendesak Pemerintah Provinsi Jambi segera menyelesaikan kasus penyerobotan lahan yang berbuntut pada bentrokan antara personel kepolisian dengan sekelompok warga yang diduga terprovokasi pihak tertentu di di Desa Karang Mendapo (Karmen), Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun.

Apkasindo menyatakan siap ikut serta dalam upaya mediasi kedua belah pihak, meski sebenarnya upaya tersebut sudah berulangkali dilakukan. "Tampaknya pemerintah tidak mau mencermati kondisi-kondisi di lapangan. Masalah ini sudah terjadi cukup lama. Apkasindo sudah empat kali ke Jambi untuk menuntaskan kasus tersebut, termasuk menggelar rapat dengan Gubernur, DPRD, dan Kapolda. Tapi belum ada hasil," ungkap Sekjen Apkasindo Asmar Arsjad, Kamis.

Padahal, apabila pemerintah serius, kata Asmar, kasus ini dapat diselesaikan dengan cepat. Karena itu, Asmar tak menampik ada pihak yang sengaja memperkeruh suasana, termasuk aksi provokasi. "Yang saya lihat ada pihak-pihak yang memang sengaja mendiskreditkan perusahaan, dan koperasi petani dengan cara aksi premanisme dan melibatkan LSM. Untuk itu, saya harap pemerintah serius mencari benang kusutnya," kata dia.

Bentrokan itu menyebabkan tujuh korban terluka karena tertembak. Insiden penembakan ini terjadi sekitar pukul 10.00 WIB, Sabtu (15/1) pagi di kebun KKPA lahan koperasi Tiga Serumpun Divisi I blok B PT KDA, Desa Karang Mendapo Kecamatan Pauh.

Salah satu versi mengatakan bentrok berawal dari upaya Rus, Kepala Desa Karang Mendapo, yang ingin mencaplok secara paksa kebun plasma sawit yang dikelola Koperasi Tiga Serumpun dengan mitranya PT Kresna Duta Agroindo (KDA). Padahal, sejak pembangunan kebun plasma dilakukan (2001-2005) hingga petani plasma mulai memanen sawit Juli 2006, suasana di perkebunan berjalan kondusif.

Suasana menjadi tegang setelah Rus menjabat sebagai Kepala Desa Karang Mandapo pada 2008. Guna mencegah aksi lebih lanjut, pihak koperasi meminta bantuan pengamanan dari aparat kepolisian. Aksi itu berbuntut bentrok yang terjadi Sabtu (15/1).

Aloysius Uwiyono pakar hukum masalah perkebunan UI menegaskan, jika kepala desa mengklaim lahan tersebut adalah hak miliknya, maka harus dibuktikan oleh kepemilikan surat-surat atau sertifikat yang sah.

Sementara, Sabli mantan Ketua Sawit Umum Karang Mendapo, dalam kesaksiannya berjudul "Surat untuk Rakyat Karang Mendapo", menduga Rus sebagai dalang di balik kekacauan Karang Mendapo.

Sementara itu, Kepala Desa Karang Mendapo, M Rusdi, pernah mengatakan permasalahan dipicu dari terjadinya konflik lahan sejak 2008 antara petani setempat dengan PT KDA.

Awalnya, masyarakat Desa Karang Mendapo memiliki lahan seluas 1.020 hektare, kemudian ditanami oleh PT KDA untuk bermitra, namun sampai saat ini hanya ada 400 hektare lahan yang diberikan perusahaan kepada warga, sedangkan sisanya sampai saat ini belum juga diselesaikan.(*)
(R009/K004)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011