Jakarta (ANTARA News) - Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Idy Muzayyad menegaskan bahwa persoalan hukum tayangan "SILET" sekarang tergantung kepada RCTI dan polisi, bukan KPI.

"Proses di PTUN yang saat ini masih berlangsung terjadi karena pihak RCTI menggugat keputusan KPI tentang sanksi penghentian sementara terhadap program tayangan SILET," kata Idy di Jakarta, Kamis, menanggapi saran Ketua Pokja Kominfo Komisi I DPR Roy Suryo agar RCTI dan KPI berdamai.

Jadi, kata mantan Ketua Umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) itu, pihak RCTI merupakan penggugat, sementara KPI dalam posisi sebagai tergugat.

"Kalau begitu posisinya, siapa dong pihak yang seharusnya melakukan upaya damai?" katanya.

Idy juga mempertanyakan sikap majelis hakim yang tetap melanjutkan perkara, padahal obyek hukum berupa sanksi penghentian sementara tayangan "SILET" sudah lewat masa waktunya.

Idy menjelaskan, secara normatif sanksi penghentian sementara "SILET" berakhir pada saat status siaga Merapi dicabut oleh badan yang berwenang, dan hal itu sudah terjadi sehingga otomatis penghentian sementara sudah berakhir.

"Maka tayangan SILET bisa disiarkan lagi karena memang sanksi itu bersifat sementara, bukan selamanya, sebagaimana kewenangan yang dimiliki KPI," katanya.

Sementara mengenai proses di kepolisian, kata Idy, KPI awalnya memposisikan diri sebagai pihak yang meneruskan aduan masyarakat ke pihak yang berwenang mengenai adanya dugaan tindak pidana penyiaran berita bohong yang menyesatkan dan meresahkan terkait ramalan bencana Merapi.

Menurutnya, dugaan tindak pidana itu sebenarnya bukan delik aduan, melainkan delik umum, sehingga tanpa aduan pun pihak kepolisian seharusnya sudah memproses.

"Posisi KPI hanya meneruskan laporan masyarakat. KPI melaporkan ke polisi karena memang KPI diwajibkan menindaklanjuti serta meneruskan aduan masyarakat terkait isi siaran," katanya.

Menurut Idy, karena delik umum, bukan delik aduan, maka KPI tidak bisa mencabut begitu saja laporan tersebut. "Bola ada di tangan polisi, untuk memproses dugaan pidana itu secara obyektif."

(S024/R010/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011