Jakarta (ANTARA news) - Anggota Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, mengaku terharu karena Rancangan Undang Undang Badan Pelaksana Jaminan Sosial mulai mendapat perhatian pimpinan dewan.

"Malam ini Pimpinan DPR RI akhirnya menggelar Rapat Konsultasi guna membicarakan masalah pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS)," ungkap politisi PDI Perjuangan ini di Jakarta, Kamis.

Rapat konsultasi itu sendiri, menurutnya, dimulai pukul 19.00 WIB di Ruang Pansus C.

"Rapat dihadiri Pimpinan DPR RI, Pimpinan Pansus RUU BPJS, perwakilan fraksi juga Tim Lobi, serta delapan menteri," ungkapnya.

Sebelumnya, Rieke Diah Pitaloka, mengkritik pemerintah yang lalai merealisasikan amanat konstitusi mengenai kesejahteraan rakyat melalui upaya memenuhi lima jaminan sosial (kesehatan, kecelakaan, hari tua, pensiun dan kematian).

"Berdasarkan amanat Undang Undang Dasar 1945 dan perintah Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Negara wajib memenuhi lima hak konstitusional rakyat tersebut tanpa memandang latar," tegasnya.

Rieke mengaku kecewa berat dengan sikap Pemerintah mengabaikan amanat konstitusi guna memenuhi kepentingan rakyat.

"Pasalnya, untuk menjalankan lima jaminan sosial hak rakyat itu sebagaimana perintah Undang Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, memerlukan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS)," katanya.

Namun kenyataannya, demikian Rieke, postur badan-badan dimaksud (Taspen, Askes, Jamsostek dan Asabri) belum sesuai dengan perintah UU SJSN tersebut.

Salah satunya, menurutnya, ialah, badan-badan ini harus `nirlaba`, atau tidak boleh berorientasi profit, sehingga mereka diberi waktu lima tahun hingga 2009, harus menyesuaikan.

"Namun hingga tahun ke-7, itu tidak terealisasi. Tengok saja si Taspen berburu saham, terakhir milik Garuda. Padahal itu uang rakyat. Mereka bukan tak boleh ada untung, tetapi harus diatur dulu agar tak terlalu `profit oriented` seperti sekarang," tegasnya. (*)
(M036/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011