Jakarta (ANTARA News) - Pengguna sosial media berperan sangat luar biasa dalam drama yang baru-baru ini terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Di banyak negara di kawasan tersebut - termasuk Tunisia, Mesir, Libya, Yaman, Bahrain dan Suriah - internet berfungsi sebagai katalisator bagi wartawan, aktivis, serta warga biasa untuk saling terhubung dan berbagi cerita serta menyerukan perubahan dengan seluruh dunia.

"Kami terputus hubungan selama lima hari, tidak ada koneksi internet, tidak ada perangkat selular. Kami seperti berada di dalam penjara besar di Mesir," ujar blogger dari Mesir Ziada, saat menjelaskan bagaimana rasanya ketika rejim mantan Presiden Hosni Mubarak memutuskan aliran listrik ke internet dan memblokade komunikasi telepon genggam dalam upaya untuk membungkam kebebasan pers dan kebebasan warga untuk memperoleh akses informasi dan berkumpul secara damai.

Tetapi kegelapan tidak menghentikan rakyat untuk tetap berkumpul di jalanan dan menuntut perubahan.

"Gerakan hak-hak sipil bukanlah sesuatu yang baru," jelas Ziada, "Tetapi gerakan itu tidak berhasil dengan baik sampai adanya internet dan jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter yang menarik lebih banyak lagi rakyat Mesir".

Internet merupakan gerbang dunia yang telah meningkatkan permintaan akan kebebasan berekspresi dan hak-hak asasi manusia universal lainnya, seperti memfasilitasi diskusi yang dinamis dan terbuka tentang berbagai topik, serta menghubungkan warga satu dengan lainnya dan dengan warga lain di seluruh penjuru dunia. Memang, akses ke informasi telah berubah seiring dengan hadirnya era digital.

Sebagaimana Menteri Luar Negeri Hillary Clinton katakan pada awal tahun ini: "Internet telah menjadi ruang publik abad 21, pusat keramaian, ruang kelas, pasar, kedai kopi dan klub malam dunia. Kita semua membentuk dan dibentuk oleh apa yang terjadi di sana. Kesemuanya itu berjumlah 2 miliar (dan bertambah terus) dari kita (di dunia maya)."

Di ruang publik baru yang disesaki oleh pemberitaan dan perbincangan ini, para jurnalis dapat memainkan peran yang penting dalam upaya mencari kebenaran, menganalisis sebuah tren, menjaga kredibilitas, dan menyajikan berita untuk kepentingan publik. Tak diragukan lagi bahwa kehadiran era digital, evolusi internet, kemunculan bentuk media baru, serta kebangkitan jejaring sosial, telah memicu perdebatan mengenai makna menjadi seorang jurnalis, peran yang bisa dimainkan blogger, serta akan seperti apa akibat dari makin tipisnya perbedaan antara jurnalis warga masyarakat (citizen journalist) dan jurnalis profesional terhadap media di masa kini dan masa yang akan datang.

Hari Kebebasan Pers Dunia, yang telah menjadi perhatian dunia dan diperingati setiap tanggal 3 Mei, dicanangkan oleh PBB untuk memperingati prinsip-prinsip kebebasan dan mengenang para wartawan atau jurnalis yeng telah berjuang dan bahkan meninggal dalam usaha untuk menegakkan prinsip-prinsip tersebut.

Tahun ini, Amerika Serikat bermitra dengan Badan Pendidikan PBB, UNESCO, untuk pertama kali menjadi tuan rumah peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia secara global. Peringatan Hari Kebebasan Pers Global ini akan dilaksanakan di Washington DC.

Tema peringatan tahun ini adalah "Media Abad 21, Media Baru, Hambatan Baru". Pembentukan dan pembinaan pers yang independen, pluralis dan bebas, sangat penting untuk pengembangan masyarakat madani dan demokrasi di seluruh dunia.

"Ketika kebebasan media dalam bahaya, semua hak asasi manusia lainnya juga terancam. Jadi, dalam semangat itu, mari kita terus membela mereka yang berdiri untuk kebebasan media - dan mengekspos mereka yang mengingkarinya. Dan marilah kita selalu bekerja untuk sebuah dunia di mana arus informasi bebas dan ide-ide tetap menjadi kekuatan untuk mencapai kemajuan," kata Menteri Luar Ngeri Hillary Clinton.

Sekarang ini kita menghadapi saat yang kritis dalam perjalanan transformasi sejarah kita.

Di seluruh dunia orang menyerukan kebebasan, transparansi, dan penentuan nasib sendiri. Alat digital baru telah memberikan dukungan untuk situasi dan kondisi seperti ini dengan cara yang lebih cepat dan lebih luas daripada sebelumnya. Para wartawan memainkan peran sentral dalam upaya ini. Sayangnya, banyak dari mereka terbunuh atau terluka karena berusaha melaporkan tantangan yang kita hadapi saat ini.

Terserah pada kita masing-masing untuk menghormati warisan mereka dan melakukan semua yang kita bisa - baik secara virtual maupun realitas - untuk mendukung kebebasan pers sebagai hak dasar yang harus dinikmati oleh semua orang di mana-mana. (***)

*) Penulis adalah Duta Besar AS Untuk Indonesia)

Oleh Scot Marciel*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011