Samarinda (ANTARA News) - Provinsi Kalimantan Timur melakukan revitalisasi program keluarga berencana sebagai upaya mencegah ledakan pendudukan yang membawa berbagai dampak sosial seperti kemiskinan, meningkatnya kriminal, dan seks bebas.

"Revitalisasi terus dilakukan dengan digencarkannya program kemasyarakatan melalui advokasi konsultasi informasi, edukasi hingga penyuluhan ke lapangan," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Kalimantan Timur, Jufri Yasin di Samarinda, Sabtu.

Dikatakan, pertambahan penduduk yang tidak terkendali akan berdampak buruk pada kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat, sehingga berakibat pada beban yang ditanggung pemerintah dan masing-masing keluarga juga akan semakin berat.

Jika dalam satu keluarga terdapat banyak anggota keluarga, sedangkan keluarga tersebut berpenghasilan pas-pasan, maka akan berimbas langsung dan berdampak pada kualitas kehidupan keluarga, bahkan SDM masyarakat tentu akan semakin buruk.

Di Provinsi Kaltim dalam kurun 10 tahun sejak tahun 2000 terjadi penambahan penduduk 1,1 juta jiwa atau mengalami laju pertumbuhan penduduk mencapai 3,81 persen. Ini berarti kelajuanya berada di atas pertumbuhan penduduk secara nasional.

Lajunya pertumbuhan penduduk di Kaltim ini memang juga akibat lajunya migrasi, namun yang jadi persoalan bukan tentang tingginya perpindahan penduduk ke Kaltim itu, namun bagaimana upaya semua pihak terkait agar dapat mengatasi berbagai dampak sosial yang timbul dalam keluarga miskin ketika banyak anak.

Jika ada keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan namun memiliki anak banyak, tentu keluarga tersebut akan kesulitan mencukupi kebutuhan gizi, kesulitan membiayai pendidikan, kesulitan memenuhi kesehatan, kesulitan mencukupi sandang dan banyak kesulitan lain.

Jumlah anak yang banyak juga akan menurunkan kemampuan investasi sumber daya manusia (SDM) dalam keluarga, ini karena beban pendidikan dan kesehatan yang semakin berat yang berakibat pada rendahnya kualitas masyarakat.

Akibatnya, SDM yang kualitasnya rendah tersebut akan berdampak negatif terhadap masalah-masalah sosial, bahkan dikhawatirkan akan menghancurkan sumber daya alam yang dimiliki saat ini.

Kondisi ini lanjutnya, perlu mendapat perhatian serius dari seluruh jajaran pemerintah provinsi hingga kabupaten dan kota, terutama instansi terkait yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan program KB.  (GFR/M019/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011