Timor Tengah Selatan sudah memiliki kebijakan akseptor vasektomi dan tubektomi dapat uang istirahat Rp450.000
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggencarkan layanan keluarga berencana (KB) di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam rangka percepatan penurunan stunting.

"Untuk NTT banyak sekali cara yang bisa dilakukan, kelor di sini produksinya luar biasa, dan sumber makanan lain juga cukup melimpah, kalau capaian KB-nya ditingkatkan, jangkauannya baik, pemberian makanan tambahan kepada anak risiko stunting ditingkatkan, maka stunting di Timor Tengah Selatan akan berhasil diturunkan," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.

Ia juga menekankan pada jajaran Dinas KB Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk memanfaatkan dana bantuan operasional keluarga berencana (BOKB) dan dana alokasi khusus (DAK) untuk meningkatkan capaian program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (bangga kencana) dan dukungan terhadap percepatan penurunan stunting, salah satunya melalui peningkatan pelayanan KB.

Berdasarkan data, prevalensi stunting di Provinsi NTT pada tahun 2021 cukup tinggi, yakni 37,8 persen. Namun, angka tersebut berhasil diturunkan pada tahun 2022 menjadi 35,3 persen (data survei status gizi Indonesia atau SSGI).

Menurutnya, selain meningkatkan potensi sumber pangan, percepatan penurunan stunting juga bisa dikejar melalui penggunaan kontrasepsi, mengingat masih banyak ibu yang setelah melahirkan tidak memakai kontrasepsi, sehingga terjadi kehamilan dalam jarak dekat.

"Ayolah kita gencarkan pelayanan KB. Saya terima kasih, Timor Tengah Selatan sudah memiliki kebijakan akseptor vasektomi dan tubektomi dapat uang istirahat Rp450.000," ucapnya.

Baca juga: Bulog NTT salurkan belasan ribu beras fortivit cegah stunting di TTS
Baca juga: BKKBN edukasi bidan di NTT cegah stunting pada 1.000 HPK


Adapun di tahun 2023, Timor Tengah Selatan juga mendapatkan anggaran dana alokasi fisik (DAK) sebesar Rp2,01 milyar untuk kegiatan di Dinas KB dalam rangka pelayanan KB dan yang lain dan sudah diserap 81,2 persen atau sekitar Rp1,6 milyar.

Ia berharap, di tahun-tahun mendatang penyerapan dana tersebut bisa lebih optimal sehingga Timor Tengah Selatan dapat cepat menurunkan stunting dan meningkatkan kepesertaan KB.

"Kami mohon dukungannya untuk ditingkatkan, tahun 2024 ini Rp6,3 milyar. Mumpung awal tahun, didorong perbanyakan kegiatan vasektomi, tubektomi, kegiatan mengenai stunting diambil dari anggaran ini," ucapnya.

Untuk meningkatkan akses pelayanan KB yang terlalu jauh di Timor Tengah Selatan, Hasto juga meminta bidan praktik swasta untuk menandatangani nota kesepahaman dengan dinas KB, agar bidan dapat mengakses alat-alat kontrasepsi dari BKKBN dengan gratis.

"Sehingga suntik ada, susuknya ada, implan ada, dan bidan mendapatkan ongkos jasa medis," katanya.

Ia juga menekankan agar edukasi mengenai efek samping penggunaan alat kontrasepsi juga perlu dilakukan oleh tim pendamping keluarga.

"Orang yang dipasang KB memang menstruasinya sedikit, bahkan tidak keluar. Jadi, jangan pernah menganggap kalau tidak mens maka darah kotornya tidak keluar, itu anggapan keliru," demikian Hasto Wardoyo.

Baca juga: BKKBN paparkan kendala penanganan dan penurunan stunting NTT
Baca juga: Wabup: Prevalensi stunting di Manggarai Barat turun
Baca juga: Pemda NTT: Angka stunting turun signifikan selama lima tahun

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024