Barangkali peran ikatan alumni perguruan tinggi perlu dikuatkan melalui segmentasi sesuai generasi
Jakarta (ANTARA) - Ikatan alumni perguruan tinggi yang dipersatukan oleh dimensi keanggotaan, kesetiaan dan kemiripan merupakan wadah aktualisasi dan silaturahim untuk membangun citra positif almamaternya. 

Barangkali peran ikatan alumni perguruan tinggi perlu dikuatkan melalui segmentasi sesuai generasi, mengingat tiap generasi memiliki karakteristik tertentu sesuai zamannya.

Ikatan alumni perguruan tinggi adalah sekumpulan orang yang telah lulus dari perguruan tinggi yang sama kemudian berhimpun, bersinergi dan menyalurkan aspirasi dalam wadah ikatan alumni.

Kerap kali rentang generasi cukup lebar, lintas generasi, terutama untuk alumni perguruan tinggi yang legendaris di Indonesia. Bisa jadi anggota alumni dimulai dari generasi yang lahir pasca-perang dunia bahkan mungkin dari generasi sebelumnya.

Lalu keanggotaan berikutnya adalah dari generasi X, kemudian dilanjutkan dengan generasi Y atau milenial yang lahir sekitar tahun 1980 dan generasi Z yang lahir dalam rentang waktu 1995 hingga tahun 2012.

Sebuah generasi adalah sekumpulan orang yang hidup di rentang waktu bersamaan, dipengaruhi atmosfer situasi global yang sama, tentunya memiliki sejumlah kemiripan karakter.

Meskipun pada dasarnya karakter secara personal juga sangat dipengaruhi oleh situasi kongkret yang dialami sehari-hari, juga dipengaruhi oleh tradisi budaya serta faktor kreatifitas individu, refleksi dan kemampuan analisis.

Lantas seperti apa contoh penguatan peran ikatan alumni perguruan tinggi dari sisi segmentasi berdasar generasi?

Menarik sebagai contoh adalah alumni Tujuh Satu Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia atau lebih popular dengan sebutan “ALTUS”. Anggota ALTUS tergolong sebagai generasi yang lahir pasca-perang dunia dan sebagian besar masuk Fakultas Kedokteran UI pada tahun 1965, saat gegap gempita perpolitikan di Tanah Air.

Para dokter yang terhimpun dalam ALTUS memiliki perjalanan sejarah tersendiri dalam dunia kesehatan dan sumbangsihnya untuk Indonesia.

Saat itu para mahasiswa termasuk mahasiswa Fakultas Kedokteran UI ikut demonstrasi, bahkan Kampus Fakultas Kedokteran UI di Salemba Jakarta menjadi tempat berkumpulnya demonstran. Peran tersebut menjadikan mereka merasa militan dalam mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tentu saja generasi ini memiliki ciri kegiatan belajar atau aktivitas meningkatkan kapasitas diri yang berbeda dengan generasi lainnya. Umumnya ciri kegiatan belajarnya didominasi oleh hadirnya dosen dan fasilitator. Selain itu juga kegiatan interaktif dan belajar di kelas sebagai ciri umum kegiatan belajar generasi baby boomers.

​​​​​
Baca juga: Kemendikbud dorong kampus wujudkan target serapan alumni 2024


Dimensi keanggotaan, kesetiaan dan kemiripan

Anggota ALTUS terlihat memiliki kesetiaan yang ditunjukkan dengan kesamaan idealisme serta dimensi kemiripan berupa kesediaan melakukan sesuatu yang menjadi keputusan kelompok.

Tanpa menafikan karya dan sumbangsih lainnya termasuk bakti sosial, ALTUS dalam usianya yang setengah abad lebih telah meluncurkan buku kumpulan tulisan 40 dokter ahli dan spesialis.

Buku tersebut berjudul Serbaneka Penyakit di Sekitar Kita, Pemahaman dan Tindakannya dengan editor Nies Endang Mangunkusumo, dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala dan Leher.

Bergaya penulisan populer agar mudah dipahami pembaca, buku ini adalah sumbangsih ALTUS untuk menuju masyarakat Indonesia yang sehat.

Kumpulan tulisan tentang berbagai penyakit ini juga dilengkapi dengan berbagai saran yang diberikan dokter agar pembaca mudah memahami dan mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan.

Daftar pembahasan pada buku berjumlah 252 + ix halaman ini antara lain tentang alergi, obesitas, mendengkur, mata kering, katarak, mimisan, cuci hidung, pembahasan tentang cuci tangan dengan benar, tentang isolasi mandiri saat pandemi dan banyak lagi.

Buku ini adalah contoh konkret sumbangan pemikiran tentang kesehatan yang relevan dengan tema Presidensi G20 (Group of Twenty) Indonesia 2022 yakni Recover Together, Recover Stronger.

Melalui tema tersebut Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.

Buku ini adalah representasi pengabdian secara materiil dan moril sekaligus sebagai kontribusi alumni di hadapan almamater, calon mahasiswa, masyarakat umum, lembaga lainnya dan bukti representasi bagi anggota alumni sendiri.

Keterikatan emosional antar anggota ALTUS mengantarkan anggotanya untuk mengidentikkan dirinya dengan organisasi alumni hingga mendorong peningkatan keterikatan baik secara fisik, emosi maupun kognitif.

Terkait dengan dimensi keanggotaan, kelompok dokter ini adalah sama-sama anggota alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia lebih spesifik lagi adalah tergabung dalam Alumni Tujuh Satu.

Sementara untuk dimensi kesetiaan meliputi parameter kesetiaan pada kode etik profesi kedokteran, termasuk kepekaan dan rasa kepedulian terhadap sesama, kesediaan untuk berbagi ilmu dan loyalitas terhadap pekerjaan mereka yang diikat dengan idealisme.

Sedangkan untuk dimensi kemiripan yakni perasaan senasib ketika mengalami masa perkuliahan saat situasi politik Tanah Air sedang dalam kondisi “tidak baik-baik saja” bisa menjadi daya ikat kuat kelompok ini.

Lebih jauh lagi tentang keinginan untuk mengabadikan momentum dan mendokumentasikan karya, boleh jadi buku ini adalah sebuah penanda, adalah memorabilia, sarana untuk menjadi tetap ada, menjadi abadi, mengabadi.

Sungguh relevan apabila peruntukan fisik buku ditujukan untuk kalangan generasi baby boomers yang sejaman dengan ALTUS dan sesuai juga untuk generasi sesudahnya yakni generasi X yang metode belajarnya cenderung pragmatis dan fokus pada hasil.

Namun demikian mungkin perlu dipikirkan tampilan dan formatnya apabila diperuntukkan untuk generasi Y atau kaum milenial dan generasi Z, mengingat generasi Y dan Z ini berbeda sekali pola belajarnya dibanding dua generasi sebelumnya. Mereka lahir dalam kelimpahan teknologi.

Karakter generasi milenial dalam proses belajar cenderung idealis. Mengajar generasi milenial ini perlu mengedepankan edutainment yakni gabungan antara learn and fun, harus kreatif dan harus banyak memberi tantangan termasuk di bidang teknologi informasi.

Sementara generasi Z yang pola belajarnya biasanya berbasis pada passion. Mereka tidak suka dipaksa, mereka telah memiliki banyak referensi sehingga metode belajar bagi mereka haruslah lebih lentur, lebih fleksibel.

Tulisan ini hanya mencoba menunjukkan betapa dimensi keanggotaan, kesetiaan dan kemiripan adalah daya ikat alumni perguruan tinggi dan segmentasi sesuai generasi seperti contoh di atas dapat menjadi inspirasi untuk mengokohkan peran-peran mereka.

Baca juga: Alumni Perguruan Tinggi Jabar minta ASN dibersihkan dari radikalisme


*) Dyah Sulistyorini adalah Alumnus Paramadina Graduate School of Communication

Copyright © ANTARA 2022