Jakarta (ANTARA) - Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Liberti Sitinjak mengatakan Indonesia membutuhkan alternatif pemidanaan di luar pemenjaraan.

"Kecenderungan pemenjaraan ini telah mengakibatkan berbagai permasalahan di lembaga pemasyarakatan," kata Liberti Sitinjak pada diskusi peningkatan kapasitas petugas dalam penerapan keadilan restoratif dan alternatif pemidanaan bagi pelaku dewasa yang dikutip dari laman resmi Ditjenpas di Jakarta, Jumat.

Imbasnya, kata Liberti, kecenderungan pemenjaraan itu bermuara pada masalah baru, yakni kelebihan kapasitas hunian di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan).

Menurut Liberti, kelebihan penghuni di lapas dan rutan tidak lagi bisa ditanggulangi dengan pembangunan lapas atau rutan baru. Solusinya ialah mendorong pidana alternatif.

Selain itu, penyelenggaraan penelitian kemasyarakatan tidak hanya kepada tersangka anak, tetapi juga tersangka dewasa.

"Ini adalah bagian tugas manusia dan kemanusiaan yang harus diwujudkan dalam waktu dekat," katanya.

Tujuannya agar persoalan-persoalan klasik dapat diatasi. Walaupun tidak bisa sepenuhnya dihilangkan, setidaknya dapat dikurangi. Melalui restorative justice" ditambah dengan pembinaan dan pembimbingan restoratif, diyakini dapat mewujudkan Indonesia tangguh Indonesia tumbuh.

Secara umum, upaya mewujudkan keadilan restoratif tidak hanya menjadi agenda Ditjenpas, tetapi seluruh aparat penegak hukum di Tanah Air.

Aparat penegak hukum lainnya yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung (MA), kata dia, telah mulai melaksanakan praktik keadilan restoratif.

Sementara itu, Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Pol. Pitra A. Ratulangi mengatakan bahwa Pemerintah telah mengatur jenis perkara yang dapat ditangani dengan restorative justice.

Beberapa persyaratannya di antaranya tidak menimbulkan keresahan atau penolakan masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, tidak berpotensi memecah belah bangsa, tidak bersifat radikalisme dan separatisme, serta bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan.

Baca juga: RKUHP antara keadilan restoratif dan pidana mati

Baca juga: Jaksa Agung sebut keadilan restoratif atasi kekakuan hukum positif

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022