Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) segera dibahas dengan tidak mengubah poin-poin substansial.

"DPR RI dan Pemerintah diharapkan memiliki pemahaman yang sama terkait urgensi percepatan hadirnya UU TPKS. Lanjutan pembahasan RUU TPKS diharapkan tidak lagi mengubah hal-hal yang substansial," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Hal itu dikatakannya terkait rencana DPR RI menggelar Rapat Kerja Bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Satuan Tugas Percepatan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada pekan depan.

Baca juga: MPR: Perlu persiapkan tenaga pengajar miliki nilai kebangsaan

Pembahasan tersebut karena Surat Presiden tentang Penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas RUU TPKS dan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) sudah diterima DPR RI melalui Ketua DPR Puan Maharani.

Lestari berharap semua pihak yang ikut membahas RUU TPKS seperti Badan Legislasi DPR dan Pemerintah memiliki pemahaman dan semangat yang sama.

Hal itu, menurut dia, agar tidak ada lagi perubahan yang substansial dalam proses pembahasan RUU TPKS pada pekan depan.

"Dalam RUU TPKS, antara lain mengatur mengenai hak-hak korban kekerasan seksual yang wajib dilindungi negara meliputi penanganan, pelaporan hingga pemulihan, termasuk restitusi terhadap korban kasus kekerasan seksual," ujarnya.

Baca juga: MPR: Perlu solusi atasi hambatan proses hukum kasus kekerasan seksual
Baca juga: Sosiolog: RUU TPKS perlu segera disahkan


Selain itu, katanya, kasus kekerasan seksual bisa diproses aparat penegak hukum hanya dengan berdasarkan kesaksian korban.

Lestari menjelaskan poin substansial lain dalam RUU TPKS adalah negara diamanatkan untuk melindungi hak saksi dan hak keluarga korban.

"Saya berharap pihak-pihak pembahas RUU TPKS tidak menyimpang dari semangat dan tujuan awal menghadirkan UU TPKS," katanya.

Dia menilai poin-poin substansial yang ada dalam RUU TPKS harapan masyarakat untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman tindak kekerasan seksual bisa segera terwujud.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022