Jakarta (ANTARA News) - Indonesia seharusnya mencontoh India dalam mengimplementasikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang menghasilkan harga listrik sangat murah, namun memiliki standar keamanan dan keselamatan tinggi, kata seorang pakar.

"India mampu menyediakan listrik dari PLTN dengan harga sangat murah, dua sen dolar AS per kWh, tapi memiliki standar keamanan dan keselamatan tinggi seperti yang dipunyai Barat," kata pakar nuklir dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Dr Zaki Su`ud pada Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) tentang "Pentingnya Diseminasi Iptek Nuklir di Indonesia" di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan, meskipun AS terus menawarkan teknologinya kepada India, India memilih menggunakan teknologi nuklir milik Rusia yang standar keamanannya rendah namun sangat murah dua sen dolar AS per kWh.

"Tapi ahli India mendesain kembali teknologi tersebut dan membuatnya menjadi seaman milik Barat, namun menghasilkan harga listrik yang tetap murah dan dijual juga dengan harga 2 sen dolar AS per kWh. Mereka memang hebat," katanya sambil membandingkan harga listrik PLTU batubara di Indonesia yang mencapai 7-8 sen dolar AS per kWh.

Sementara China saat ini juga menargetkan membangun 130 PLTN lagi dengan teknologi baru yang harganya 60-70 persen lebih murah dari harga PLTN yang sudah ada.

Zaki juga menuturkan, bahwa teknologi PLTN saat ini sudah semakin aman dan memiliki standar keselamatan sangat tinggi, berbeda dengan teknologi PLTN sebelumnya.

"Saat ini sudah dimanfaatkan di sejumlah negara PLTN generasi III yang mengandalkan sirkulasi alami yang selain otomatis "shutdown" jika terjadi kecelakaan, juga memiliki sistem pendingin yang langsung bekerja ketika shutdown sehingga apa yang terjadi di Fukushima tidak akan lagi terjadi. Selain itu tidak mungkin lagi bisa disabotase seperti Chernobyl," katanya.

Sementara itu, aktivis Masyarakat Anti Nuklir Indonesia (Manusia) Dian Abraham yang juga hadir dalam diskusi tersebut mempertanyakan harga listrik PLTN yang bisa sangat murah seperti yang dikemukakan Zaki itu.

"Perlu diteliti dulu apakah benar harga itu, data yang kami miliki biaya pembangunan PLTN sangat besar sehingga selain resikonya tinggi, harga listriknya juga tetap mahal. Perlu dilihat kemungkinan subsidi pemerintah India," katanya.

Sementara itu, Ketua Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan Budi Sudarsono mengatakan, pembangunan PLTN pertama kali memang akan mahal, sedikitnya Rp16 triliun untuk satu PLTN berkapasitas 1.000 MW, namun untuk pembangunan PLTN berikutnya harganya akan semakin murah.

Hadir pula dalam FGD tersebut Kepala Pusat Diseminasi Iptek Nuklir Batan Totti Tjiptosumirat, anggota Komisi VII DPR RI Sohibul Iman dan Pengamat Nuklir yang kontra PLTN Iwan Kurniawan.

(T.D009/M026)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011