Jakarta (ANTARA) - World Animal Protectio (WAP) menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk menegakkan standar kesejahteraan hewan ternak yang lebih tinggi sebagai upaya menekan dampak kerugian kesehatan dari aktivitas industri peternakan.

"Kita perlu memutus siklus penderitaan dalam sistem pangan kita. Regulasi dan penegakan pemerintah yang lemah atas kebijakan mereka sama dengan lebih banyak hewan yang diadu domba melalui peternakan pabrik," kata Head of Framing WAP, Jacqueline Mills dalam Diskusi Virtual yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Kamis.

Laporan terbaru WAP yang dirilis bertepatan dengan Hari Kesehatan Sedunia 2022 hari ini mengungkap dampak kesehatan yang paling merugikan disebabkan oleh industri peternakan.

Baca juga: WAP ungkap banyak restoran Indonesia abai kesejahteraan hewan

Pada tahun 2030, konsumsi daging diproyeksikan tumbuh 18 persen di Asia Pasifik. Permintaan itu membuat miliaran hewan stres dimutilasi dan dikurung di kandang yang sempit dan tandus sepanjang hidup mereka. Lebih dari 70 persen dari 80 miliar hewan darat yang diternakkan secara global dibesarkan dan disembelih melalui sistem industri peternakan setiap tahun.

WAP mengidentifikasi pengawasan dan penegakan hukum yang lemah serta literasi masyarakat terhadap produk pangan yang tidak optimal  berkontribusi pada peningkatan kasus bakteri resisten antibiotik dan penyakit yang dibawa oleh makanan di Indonesia.

Pada Juni 2021, kata Jacqueline, WAP, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bekerja sama dengan Center for Indonesia Veterinary Studies (CIVAS) telah menerbitkan laporan berjudul "Resistensi Antimikroba dalam Rantai Pangan Daging Broiler" yang menunjukkan jejak AMR dan melarang antibiotik dari sampel daging ayam dari rumah potong hewan dan gerai ritel di wilayah Jabodetabek.

"Industrialisasi peternakan membuat kami sakit. Di permukaan, daging, ikan, dan produk susu yang diternakkan di pabrik tampak murah, tetapi mereka merugikan kesehatan kita dan pemerintah mengeluarkan triliunan dolar AS setiap tahun untuk melakukan perbaikan terhadap dampak tersebut," katanya.

Ia mendorong moratorium industri peternakan di Indonesia dalam rangka membangun kesepahaman dalam menciptakan masa depan bahan pangan yang lebih manusiawi dan berkelanjutan. "Sebagian besar kita mengonsumsi pola makan nabati, dan hewan ternak dikelola dalam sistem kesejahteraan yang tinggi, dimana mereka dapat memiliki kehidupan yang baik," katanya.

Baca juga: MPR dorong pemerintah benahi tataniaga pangan

Baca juga: Satgas Pangan Polrestabes Surabaya ungkap jajanan berbahan limbah roti


Indonesia Campaign Manager WAP Rully Prayoga mengatakan upaya mengubah kehidupan jutaan hewan ternak menjadi lebih baik dapat dimulai dari perusahaan makanan terbesar di Indonesia.

Alasannya, penelitian terhadap konsumen di Indonesia pada 2019 menemukan sembilan dari sepuluh orang memiliki kekhawatiran dengan metode peternakan ayam saat ini dan 76 persen berpikir merek makanan cepat saji bertanggung jawab.

"Perusahaan-perusahaan ini harus menyadari bahwa 67 persen konsumen Indonesia mengatakan mereka akan membayar lebih, jika ayam dibesarkan dengan standar kesejahteraan yang lebih tinggi," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022