Bogor (ANTARA News) - Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia memperkenalkan teknologi nano kepada para mahasiswa dan staf pengajar di Universitas Diponegoro, Semarang.

Humas Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Muarif melalui surat elektronik yang dikirimkan di Bogor, Minggu menjelaskan bahwa pada kegiatan itu dihadirkan Ketua Masyarakat Nanoteknologi (MNI) yang juga anggota Dewan Pakar MITI Dr Nurul Taufiqu Rohman.

Dalam kegiatan yang dilaksanakan pada akhir pekan (12/11) lalu itu, Nurul Taufiqu Rohman mengemukakan bahwa nano, adalah jenis teknologi tinggi.

"Yakni sebuah teknologi masa depan yang menggarap semua produk dengan bahan baku partikel berukuran 10 pangkat minus 9 meter atau sepermiliar meter," katanya.

Ia menjelaskan bahwa teknologi nano diyakini sebagai sebuah konsep teknologi yang akan melahirkan revolusi industri baru di abad ke-21.

"Beberapa cabang ilmu terapan dan medis mengadopsi nanoteknologi dan nanosains dan menjadikan pondasi utamanya," katanya.

Dikemukakannya bahwa nanosains adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena atau sifat-sifat suatu obyek atau material dalam skala nanometer.

Satu nanometer (nm) setara dengan 1/1.000.000 milimeter atau sepermiliar meter, sebuah ukuran yang sangat kecil karena lebar DNA saja skalanya berkisar 2 nm.

Skala nanometer hanya sepuluh kali lipat besaran sebuah atom (0,1 nm= 1 angstrom).

Menurut Nurul Taufiqu Rohman, penerima Habibie Award 2009, perbandingan antara 1 meter dengan 1 nanometer adalah seperti halnya perbandingan antara bola bumi dan bola pingpong.

"Dari kenyataan inilah, dapat dikatakan manusia secara perlahan-lahan tengah

mendapatkan teknologi yang sulit dibayangkan," katanya.

Sebagai contoh, kata dia, perkembangan nanoteknologi dalam dunia komputer telah mengubah tidak hanya ukuran komputer semakin ringkas, namun juga peningkatan kemampuan dan

kapasitas yang luar biasa, sehingga memungkinkan penyelesaian program-program raksasa dalam waktu singkat.

Ia mengatakan, bila diimplementasikan dalam pengolahan baja, maka nanobaja mampu menghasilkan baja yang berstruktur halus karena mampu mencapai ukuran beberapa puluh nanometer saja, namun memiliki kekuatan dan umur dua kali lipat dari baja terbaik yang ada saat ini.

"Padahal, teknologi nanobaja sangat sederhana dan tidak memerlukan peralatan tertentu untuk pembuatannya," kata doktor bidang ilmu material dan rekayasa produksi dari Universitas Kagoshima, Jepang.

Menurut Muarif, dalam acara tersebut, Nurul berbicara bersama beberapa peneliti lain seperti staf pengajar Universitas Diponegoro Semarang Dr Agus Subagio dan Prof Dr Ing Harianto Hardjasaputra, dalam agenda pertemuan "Research and Technoday 2011" yang digelar bersama Himpunan Mahasiswa FMIPA Undip.
(ANT-053/E001)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011