Ketika disahkan menjadi UU TPKS, publik mengapresiasi dan menjadikan sebagai contoh model penyusunan RUU.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar merekomendasikan empat hal kepada DPR RI untuk meningkatkan kualitas legislasi atau pembuatan undang-undang.

Menurut Wahjudi, berdasarkan keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, empat hal tersebut adalah pembaruan prosedur agar legislasi menjadi lebih efektif, adanya keseriusan, penerapan model partisipasi, serta sinkronisasi antara program legislasi nasional (prolegnas) dan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).

Rekomendasi itu merupakan tanggapan atas permintaan Ketua DPR RI Puan Maharani kepada anggota legislatif agar menjadikan kualitas sebagai tolok ukur kesuksesan program legislasi, bukan kuantitas.

Wahyudi mengatakan bahwa prosedur yang efektif dalam legislasi mulai dengan menentukan durasi pembahasan sebuah rancangan undang-undang (RUU).

"Dalam kerangka waktu ini, DPR bersama Pemerintah dapat fokus dan serius membahas RUU tersebut," kata Wahyudi.

Ia memandang perlu keseriusan dari pihak di DPR RI yang bertugas secara khusus untuk membentuk dan menyusun suatu RUU, baik panitia kerja (panja) maupun panitia khusus (pansus).

Tentang metode partisipasi, menurut Wahyudi, pelibatan seluruh pemangku kepentingan bernilai penting untuk memastikan kualitas legislasi karena akan membuat regulasi yang hendak dibentuk dan dibahas berbasis bukti.

"Dengan banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat, itu artinya ada basis bukti, yaitu basis pengetahuan yang jadi rujukan tersedia. Itu bisa menjadi rujukan bagi anggota DPR ketika melakukan pembahasan RUU tersebut," kata Wahyudi.

Selain itu, dia juga menilai pelibatan seluruh pemangku kepentingan dapat meminimalisasi potensi ataupun risiko munculnya suatu regulasi yang berdampak negatif bagi kepentingan salah satu pihak karena semua kepentingan bisa dinegosiasikan dalam dialog pembahasan RUU.

"Contohnya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, khususnya masyarakat sipil. Ketika disahkan menjadi UU TPKS, publik mengapresiasi dan menjadikan sebagai contoh model penyusunan RUU yang kolaboratif," kata Wahyudi.

Berikutnya, terkait dengan sinkronisasi antara program legislasi nasional di DPR dan RPJMN, Wahyudi mengatakan, DPR dapat menjadikan rencana pembangunan tersebut sebagai acuan penyusunan prolegnas.

"Berdasarkan rencana pembangunan tersebut, DPR kemudian dapat menyusun program legislasi nasional," kata Wahyudi.

Dengan demikian, kata dia, legislasi yang dihadirkan benar-benar sesuai kebutuhan dan basis bukti yang didukung oleh pengetahuan sehingga dapat mengoptimalkan pembangunan jangka menengah di Indonesia.

Baca juga: Baleg DPR: UU TPKS beri penegasan menindak kasus kekerasan seksual

Baca juga: Puan: Kerja legislasi DPR tak hanya sekadar kuantitas tapi kualitas

 

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022