Jakarta (ANTARA) - Sejak hari Selasa, tribun arena Istora Senayan GBK Jakarta kembali ramai dipenuhi penonton yang menyaksikan aksi-aksi bintang bulu tangkis dunia dalam turnamen termegah di Tanah Air.

Kebanyakan dari mereka merupakan penggila cabang olahraga tepok bulu yang telah dua tahun menahan dahaga tak dapat menyaksikan Indonesia Masters dan Indonesia Open akibat pandemi COVID-19.

Kini Istora Senayan pun kembali ke fitrahnya sebagai rumah bulu tangkis Indonesia, dengan menggelar dua turnamen internasional berkelas BWF Super 500 dan Super 1000 secara berurutan di bulan Juni.

Secara teknis, kali terakhir Istora menggelar ajang bulu tangkis adalah Indonesia Masters 2020 di bulan Januari saat pemerintah belum mengeluarkan status pandemi yang kemudian diikuti arahan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di seantero negeri.

Saat itu seluruh kegiatan di luar rumah dibatasi atau bahkan dilarang, termasuk hajatan kompetisi seluruh cabang olahraga yang ikut mandeg akibat pagebluk berskala global.

Oleh karenanya, Istora yang kembali menggelora oleh sorak sorai penonton setelah dua tahun sunyi menjadi kabar baik bagi sejumlah peserta turnamen.

Baca juga: Gregoria Mariska grogi disaksikan ribuan penonton di Istora Senayan

Respon positif dilontarkan ganda putri peringkat satu dunia Chen Qin Cheng/Jia Yi Fan yang akhirnya bisa kembali berlaga di Istora dengan suasana yang kembali ramai.

Bagi pasangan asal Negeri Tirai Bambu ini, Istora tidak hanya menjadi saksi keberhasilan mendulang gelar juara Indonesia Open 2017, tapi juga menjadi arena dengan aura meriah yang bahkan langka ditemukan di China.

"Sudah lama sekali rasanya tidak mendengar teriakan penonton, sangat menyenangkan. Lokasi ini berbeda dengan tempat lain. Kalau di China, keramaian seperti ini hanya bisa ditemukan saat Lin Dan bermain. Dia sangat populer di China. Tapi di sini selalu ramai setiap saat," tutur Yi Fan kepada Antara.

Menurut mereka, setiap sorakan dan lengkingan penonton menjadi suntikan motivasi untuk menekuk perlawanan musuh di lapangan. Istora merupakan arena yang sangat berkesan, mereka menyebutkan.

Tak hanya diutarakan pemain asing, sederet atlet tuan rumah pun sepakat bahwa terisinya bangku-bangku di tribun Istora Senayan menandakan tersedianya kucuran semangat tanpa batas agar tampil maksimal di kandang.

Baca juga: Shesar hadapi lawan berat di babak pertama Indonesia Masters

Shesar Hiren Rhustavito menuturkan, Indonesia Masters dan Indonesia Open kali ini akan berbeda karena akhirnya dilengkapi kehadiran penonton.

Meski kedua turnamen ini sudah sempat digelar tahun lalu di Bali, namun pelaksanaannya dilakukan lewat pranata gelembung sehingga haram bersentuhan dengan komunitas dari luar acara.

Ia menilai peserta baik dalam dan luar negeri akan bersuka cita dengan pelaksanaan tahun ini. Indonesia yang dikenal dengan pecinta bulu tangkisnya yang militan, akan kembali menggelar dua turnamen prestisius lengkap dengan elemen penggembiranya.

Penggemar dan penonton adalah ialah motivasi tersendiri bagi para atlet untuk menciptakan kemenangan. Tidak ada rasa grogi untuk balik tampil di depan ribuan pasang mata, katanya.

"Setelah dua tahun tanpa penonton, pasti akan ramai dan antusiasme sangat bagus. Banyak penggemar bisa menambah semangat pemain Indonesia agar bisa juara," tutur Shesar.

Pemain butuh adaptasi
Hadirnya riuh ramai penonton rupanya menjadi dua sisi mata uang bagi sejumlah peserta. Secara emosional, sorakan penonton merupakan bentuk dukungan bagi atlet favorit mereka.

Namun bagi atlet, suara ramai yang terdengar kadang menjadi tantangan tersendiri saat berlaga di lapangan. Bukannya tidak suka, namun sejumlah atlet mengaku butuh adaptasi ulang agar bisa kembali nyaman dengan gemuruh penonton setelah terbiasa dengan kehampaan dua musim terakhir.

Pemain dari sektor ganda menjadi yang paling merasakan kondisi anyar ini. Pasangan putra Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto yang tampil di sesi siang sempat kesulitan berkoordinasi akibat suara penonton yang terlalu besar.

Fajar mengalami kondisi darurat saat senar raketnya tiba-tiba putus dalam pertandingan kontra Goh V Shem/Low Juan Shen dari Malaysia. Pada situasi ini, Fajar harus berteriak lebih kencang agar Rian menggantikan posisinya yang harus berlari ke luar lapangan mengambil raket baru.

Baca juga: Fajar/Rian lalui babak pertama tanpa bayang-bayang cedera

Menurut mereka, di turnamen luar negeri sebelumnya sebenarnya sudah dibolehkan dihadiri khalayak umum. Namun bedanya mereka lebih tenang dan tidak seramai penggemar di dalam negeri.

Ganda putra peringkat ketujuh sangat memaklumi dan memahami bahwa penggemar di Indonesia sangat merindukan turnamen yang terbuka untuk umum dan bisa dinikmati secara langsung.

"Sudah lama tidak main dengan atmosfer seperti ini, adaptasinya harus cepat. Kalau main di sini harus sangat memperhatikan arahan dari pelatih karena suara yang keras, tambah sulit lagi karena (pelatih) pakai masker. tapi memang dukungannya juga luar biasa," Fajar menceritakan.

Dari sektor tunggal, Anthony Sinisuka Ginting juga menyoroti keramaian penonton yang secara langsung mempengaruhi strategi bertandingnya.

Menurut Ginting, bermain di Istora merupakan sebuah kegembiraan eksklusif karena bisa mendapat dukungan dari mayoritas penonton di arena. Bahkan hal ini terkadang menjadi faktor penolong bagi timnas manakala lawan mereka tak mampu menjaga ketabahan mental saat berlaga.

Bagi lawan yang belum terbiasa, suara dukungan dan teriakan dari ribuan penonton bisa mengganggu pola permainan. Terlebih jika mereka berbuat sesuatu kesalahan yang membuat atlet tuan rumah dirugikan, maka sorakan yang menjatuhkan mental pun terdengar menggetarkan.

Ginting sendiri menyikapi hal ini dengan lebih fokus upaya mengatur fokus, walau tak dipungkiri ada kalanya ia pun terhasut oleh teriakan penonton dan membuat strateginya kacau.

"Misalnya ya, pas mau menerima pukulan seharusnya tidak perlu smes. Tapi pas ada suara penonton yang menggebu-gebu malah jadi smes, jadi ubah lagi polanya. Memang harus dari kita yang tahan dan bisa mengatur," Ginting menceritakan.

Istora Senayan bagaimanapun menjadi satu-satunya arena yang dianggap layak dan punya nilai sejarah untuk menggelar perhelatan bulu tangkis berkelas internasional sejauh ini.

Tiket yang terjual habis dalam waktu singkat serta tribun yang selalu dipadati penonton jadi cerminan bahwa cabang olahraga ini terus tumbuh dan disukai masyarakat.

Hal ini pula yang menjadi kekuatan tambahan bagi para pahlawan bulu tangkis nasional saat berlaga sebagai tim tuan rumah, dibandingkan saat bertandang ke negara lain yang penontonnya cenderung kalem.

Baca juga: Panitia masih sediakan penjualan tiket offline Indonesia Masters 2022
Baca juga: Panitia Indonesia Masters sediakan layar besar di luar Istora Senayan

Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2022