Buku "Maniak Bola" mencoba mengantarkan orang yang ingin belajar ilmu filsafat melalui perantara sepak bola. Mungkin juga dapat menjadi referensi bagi para 'penggila' sepak bola, yang menginginkan bahasa yang agak berbobot, dapat meminjam ide dari tu
Jakarta (ANTARA News) - Menyenangi sepak bola tidak hanya saat adanya turnamen akbar seperti Piala Dunia, Piala Eropa, atau Piala Champions saja, tetapi para maniak sepak bola juga "memamah" sepak bola layaknya menyantap makanan ringan yang penuh vitamin.

Buku "Maniak Bola", yang ditulis oleh seorang wartawan kantor berita Antara, tidak hanya mengulas sepak bola an sich sebagai permainan, tapi juga dapat mengalirkan tiap-tiap peristiwa seputar sepak bola seperti denyut kehidupan. Para 'penggila' sepak bola tentunya akan mengikuti setiap peristiwa pada laga-laga penting, kisah setiap tim kebanggaan, pemain idola, dan racikan strategi pelatih.

Buku ini merupakan catatan lintasan peristiwa dunia sepak bola mayoritas pada medio tahun 2008 hingga 2011, tetapi ada juga sebelum tahun itu.

Seperti salah satunya bagian buku yang menceritakan tentang Maradona. Ya, Maradona tidak lagi bermain pada periode tahun 2008-2011, tapi karena Maradona adalah kontroversi, maka menarik untuk mengikuti kisah hidup bekas pemain dan pelatih yang satu ini.

Tulisan A.A. Ariwibowo yang berlatar belakang pendidikan filsafat ini tentunya tidak terlepas dari apa yang pernah dipelajarinya.

Kalau kebanyakan mahasiswa ilmu filsafat mungkin hanya terjebak dalam filsafat saja, buku "Maniak Bola" mencoba mengantarkan orang yang ingin belajar ilmu filsafat melalui perantara sepak bola. Mungkin juga dapat menjadi referensi bagi para 'penggila' sepak bola, yang menginginkan bahasa yang agak berbobot, dapat meminjam ide dari tulisan-tulisan di buku ini.

Ryan Giggs sedang "berguru" kepada filsuf kondang Thomas Aquinas, demikian pada salah satu tulisan.

Mungkin tidak ada waktu bagi Giggs membuka-buka pemikiran Thomas Aquinas apa adanya, karena dia sibuk dengan dunia sepak bola tentu saja.

Apa yang ingin disampaikan mengenai Ryan Giggs, bahwa kredo berpikir Thomas Aquinas "yang baik itu wajib dicari dan yang jahat harus dihindari", membawa sisi lain kehidupan Giggs.

Giggs digambarkan dalam dunia sepak bola ingin membawa dirinya meraih yang baik dengan mengandalkan kesetiaan kepada Manchester United dan negaranya Wales.

Kesetiaan Ryan Giggs yang mengantarkannya meraih segudang prestasi bersama Manchester United, bahkan menjadi legenda yang masih bermain saat ini dengan jumlah penampilan bersama si-"Setan Merah" terbanyak ketimbang pemain yang lain.

Terkadang tulisan dibuat tidak selalu berat, tetapi lucu menggelitik. Seperti layaknya pembicaraan penggila bola saat sedang di warung kopi.

"Siapa Mau Ikut Partai Ronaldinho?" salah satu bagian buku yang mencoba menggelitik pembaca sembari melupakan beratnya pembicaraan masalah dunia politik.

Pada bagian tersebut penulis tidak menceritakan Ronaldinho yang secara latah membuat partai politik atau terjun di dunia politik dengan memanfaatkan ketenarannya sebagai atlet.

Penulis justru menampilkan sosok Ronaldinho yang tidak ingin semata tampil sebagai bintang di lapangan hijau.

Ronaldinho ingin melampaui keasyikan publik dan membongkar kemapanan. Ia memerlukan tidak hanya sekedar atraksi dan prestasi, tetapi dia juga ingin melakukan kritik yang bisa membalikkan semua anggapan.

Di buku "Maniak Bola", perhatian penulis tidak selalu soal sepak bola luar negeri. Kisah peristiwa, serta hiruk pikuk sepak bola Indonesia juga tidak luput dikonsumsi.

Borok demi borok dari korupsi menggurita; nestapa demi nestapa nasib mengenaskan ratusan TKI dan duka saling susul dari banjir sampai gempa membuat masyarakat Indonesia merindukan festival kemenangan.

Sepak bola - piala AFF 2010 - menjawab angan-angan publik. Demikian tulisan paragraf pengantar Histeria "Kekitaan" Alfred Riedl.


Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2012