New York (ANTARA News) - Amerika Serikat melihat ada sejumlah sisi buruk dari masalah penegakan hak azasi manusia (HAM) di Indonesia selama tahun 2005, meskipun ada juga sejumlah perbaikan dalam kurun waktu satu tahun tersebut. Dalam catatan HAM 2005 yang dikeluarkan Pemerintah Amerika Serikat di Washington DC, Rabu, diuraikan sejumlah masalah HAM di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. "Ada sejumlah perbaikan dalamm siatusi HAM selama setahun ini, meksipun masih ada sejumlah masalah yang masih tersisa, khususnya di daerah-daerah yang ada konflik separatis," demikian salah satu bagian laporan tersebut. Berakhirnya konflik di Propinsi Aceh merupakan salah satu kemajuan besar dalam situasi HAM di Indonesia. Penandatanganan MoU antara Pemerintah RI dan GAM pada 15 Agustus 2005, menurut catatan AS, menghasilkan berkurangnya kasus pelanggaran HAM secara drastis di Aceh. Hal positif lainnya adalah pemilihan kepala daerah (di tingkat kota hingga provinsi) yang kini bisa dilakukan secara langsung, serta pembentukan Majelis Rakyat Papua sebagai pelaksanaaan undang-undang otonomi khusus. Selama tahun 2005 itu, Pemerintah Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berusaha untuk menangani masalah HAM yang diwariskan oleh pemerintahan-pemerintah sebelumnya. Sesekali Pemerintah Indonesia terganggu oleh kasus separatisme di Papua, konflik horizontal di Maluku dan Sulawesi Tengah, dan serangan bom di sejumlah tempat. Lemahnya kepemimpinan, tidak memadainya sumber daya dan akuntabilitas yang terbatas, ikut mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM oleh aparat keamanan. Selain hal positif, catatan HAM AS yang pengantarnya disampaikan Menlu Condoleezza Rice juga mencatat sejumlah sisi buruk dalam situasi HAM di Indonesia. Sisi buruk antara lain berupa korupsi dalam sistem pengadilan, kekerasan terhadap wanita dan anak-anak, penyelundupan manusia, tidak dipenuhinya hak-hak buruh, intimidasi, pembatasan berkumpul dan pelanggaran kebebasan pers. Pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran HAM bisa dari kalangan pemerintah, aparat keamanan, kelompok non-pemerintahan, individual dan juga separatis. Korupsi pengadilan Korupsi dalam sistem pengadilan masih terus terjadi. Penyuapan telah mempengaruhi tuntutan, vonis dan masa hukuman dalam sejumlah kasus, demikian laporan tersebut. Misalnya pengacara mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh, Teuku Syarifuddin Popon yang kedapatan mengirim uang Rp250 juta kepada dua panitera pengadilan tinggi Jakarta. Pada 30 September 2005, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan lima pegawai Mahkamah Agung dan seorang pengacara berkaitan dengan kasus pengusaha Probosutedjo. Sebagian besar hakim di Indonesia rata-rata hanya menerima gaji Rp1,8 juta hingga Rp2,03 juta perbulan, sementara seorang hakim dengan pengalaman 30 tahun mendapat sekitar Rp5,94 juta per bulan. Orang-orang penting dalam sistem pengadilan tidak hanya menerima uang suap, tapi juga menutup mata pada kasus korupsi di kantor-kantor pemerintahan lainnya. Komisi Hukum Nasional melaporkan bahwa 36 persen dari pengaduan-pengaduan yang mereka terima adalah kasus korupsi yang melibatkan hakim, panitera dan pengacara. Sementara itu, pelanggaran HAM yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat misalnya kasus penutupan gereja yang tanpa lisensi melalui intimidasi dan terkadang dengan kekerasan oleh FPI di Jawa Barat. Di Bogor, pada 15 Juli 2005 sekelompok massa beratribut "Kelompok Solidaritas Muslim Indonesia" menyerang markas Ahmadiyah hingga hancur. Polisi tidak bisa menahan aksi-aksi itu. Kasus HAM yang melibatkan aparat keamanan juga masih kerap terjadi. Sebagian yang terlibat telah dibawa ke pengadilan militer dan mendapat sanksi hukuman dan pemecatan. Sejumlah kalangan sipil mengkritik singkatnya hukuman penjara yang dijatuhkan pengadilan-pengadilan militer. Kebebasan pers Mengenai pelanggaran kebebasan pers di Indonesia, AS menyorot kasus Pemred Tempo Bambang Harymurti dan sejumlah kasus kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan aparat keamanan dan kelompok tertentu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melaporkan bahwa setidaknya terjadi 14 serangan fisik dan 15 serangan non fisik terhadap wartawan selama 2005. Misalnya pada bulan Agustus 2005, seorang anggota DPRD Badung, Bali, mengancam akan menembak Ashadi, wartawan Nusa, karena sebuah artikel mengenai korupsi, Seorang wartawan Kantor Berita ANTARA, Heri, juga menerima telepon ancaman berulang kali pada bulan Mei oleh seseorang yang tak dikenal dan akan membunuhnya jika tidak menghentikan penulisan satu berita penting. Di bidang ketenagakerjaan, upah buruh minimal yang ditetapkan pemerintah lokal sering kali tidak bisa memenuhi kebuuhan standar kehidupan pekerja. Sejumlah unjukrasa buruh terjadidi Medan, Surabaya, Jakarta dan daerah lainnya menuntut kenaikan upah yang sesuai dengan standar hidup. Para pengusaha umumnya berpendapat bahwa meningkatkan upah buruh akan membuat terbatasnya pertumbuhan lapangan kerja. Pemerintah Indonesia umumnya melihat kritik atau penyelidikan oleh pihak asing terhadap kasus HAM sebagai intervensi urusan dalam negari. Aparat keamanan dan agen intelejen cenderung curiga kepada organisasi HAM luar negeri, khususnya yang beroperasi di daerah konflik, demikian isi laporan tahunan AS tersebut. Indonesia bukan satu-satunya negara yang menjadi objek penilaian HAM oleh AS. Sejumlah negara juga masuk dalam catatan tersebut, di antaranya negara-negara Arab dan juga China. (*)

Copyright © ANTARA 2006