Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) memvonis bebas Brigadir Jenderal TNI M. Noer Muis, Komandan Resort Militer (Danrem) 164 Wira Dharma Timor Timur (Timtim) periode Agustus 1999 hingga Maret 2000, dalam perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pasca-jajak pendapat di bekas Provinsi ke-27 RI tersebut. Majelis Hakim yang terdiri atas Hakim Ketua Parman Soeparman dan beranggotakan Eddy Djunaedi Karna Sudirja, Tommy Boestomi, Dirwoto dan Sumaryo Suryokusumo dalam rapat musyawarah di Gedung MA, Jakarta, Senin, menyatakan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat diterima. Atas putusan kasasi itu, maka MA memperkuat putusan Pengadilan Tinggi (PT) HAM Ad Hoc pada 29 Juli 2004 yang menjatuhkan vonis bebas murni kepada Noer Muis. Dalam putusan tersebut, terdapat dua pendapat berbeda dari hakim Parman Soeparman dan Sumaryo Suryokusumo yang menyatakan kasasi JPU dapat diterima dan menyetujui pembatalan putusan PT HAM Ad Hoc sehingga seharusnya Noer Muis dikenakan hukuman lima tahun penjara seperti pada putusan PN HAM Ad Hoc tertanggal 12 Maret 2003. Parman dan Sumaryo berpendapat, berdasarkan fakta persidangan terdakwa ketika menjabat sebagai Komandan Korem 164 yang merupakan komando territorial Dili langsung di bawah Kodam IX Udayana yang membawahi 13 Komandan Distrik Militer (Dandim) dan dua batalyon infanteri 744, serta batalyon 745 yang masing-masing dipimpin oleh Komandan Balalyon (Danyon). Saat terjadi penyerangan yang dilakukan oleh kelompok pro-integrasi terhadap kelompok pro-kemerdekaan pada 5 dan 6 September 1999 yang mengakibatkan terbunuhnya 30 orang dan lima luka-luka, Parman dan Sumaryo berpendapat bahwa terdakwa yang kedudukannya efektif sebagai komandan seharusnya bisa menguasai orang-orang yang bertanggungjawab untuk kesatuan-kesatuan paramiliter, yang bahkan tidak tergabung dalam pasukan TNI dan dapat melakukan pengendalian secara efektif. Sebagai komandan, mereka nilai, terdakwa mempunyai tugas untuk mengambil langkah-langkah penting yang layak untuk mencegah terjadinya perbuatan pelanggaran HAM. Terdakwa juga mempunyai tugas untuk mengumpulkan informasi dan mendapatkan laporan yang disampaikan kepadanya dan membuat evaluasi. Namun, oleh kedua Majelis Hakim itu, terdakwa sebagai komandan dinilai gagal memperoleh pengetahuan tentang informasi tersebut, sehingga terdakwa dapat dinyatakan telah mengabaikan informasi secara sadar. Sedangkan, tiga Majelis Hakim lainnya, Eddy Djunaedi Karna Sudirja, Tommy Boestomi dan Dirwoto berpendapat Pengadilan Tinggi HAM Ad Hoc yang memutus bebas Noer Muis telah tepat dan benar dalam menetapkan pertimbangkan hukumnya. Para pelaku yang terbukti di persidangan, menurut tiga hakim itu, adalah kelompok pro-integrasi dan bukan bawahan terdakwa yang berada dalam pengendalian efektif. Noer Muis didakwa pasal 42 ayat 1 huruf a dan b jis. Pasal 7 huruf b jis pasal 9 huruf a jis pasal 37 UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dari 18 orang yang dituntut sebagai pelaku pelanggaran berat HAM di Timtim, dintaranya terdapat 16 aparat militer dan aparat kepolisian Indonesia, yang dihukum sampai tingkat kasasi adalah Mantan Wakil Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Eurico Guterres dan mantan Gubernur Timtim Abilio Soares. Namun, Soares yang divonis sepuluh tahun dan enam bulan penjara di tingkat pertama pun akhirnya dibebaskan saat Peninjauan Kembalinya (PK) dikabulkan oleh MA, sedangkan Guterres tetap dihukum sepuluh tahun penjara di tingkat kasasi. Tersangka lainnya yang dibebaskan di tingkat kasasi, antara lain Kapolres Dili Hulman Gultom, yang dijatuhi hukuman tiga tahun penjara di pengadilan tingkat pertama. Mantan Komandan Distrik Militer 1627 Timor Timur Letnan Kolonel Inf Sudjarwo juga divonis bebas oleh MA di tingkat kasasi setelah divonis lima tahun penjara di tingkat pertama. Sedangkan, Adam R damiri, Pangdam IX Udayana divonis bebas sejak di tingkat pertama. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006