Jakarta (ANTARA News) - Banyak pelaut Indonesia yang bekerja di kapal ikan ditahan di penjara Taiwan karena memasuki negara itu secara ilegal. Data dari Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) yang diterima ANTARA, Selasa, menyebutkan sebanyak enam pelaut awak buah kapal yang bekerja di MV Bali Nusa 88, sebuah kapal ikan Taiwan, menghilang sejak 21 Desember 2005 dari kapal. Kapal tersebut karena keperluan mendadak berlabuh di pelabuhan Kaohsiung, sebelah selatan Taiwan. Terakhir, enam pelaut Indonesia ditahan di kepolisian Taipei. Belum jelas apakah enam orang tersebut adalah ABK MV Bali Nusa 88. Kepala Bidang Imigrasi dan Ketenagakerjaan KDEI, Erwin Aziz mengatakan beberapa tahun terakhir sering terjadi pelaut Indonesia yang bekerja di kapal ikan Taiwan melarikan diri dari kapalnya dan masuk ke Taiwan secara ilegal. Ia mengatakan para pelaut lari karena upah yang mereka terima tidak sesuai dengan janji. Umumnya mereka hanya diberi upah Rp600.000 per bulan dan mereka terkesan direkrut begitu saja tanpa harus melampirkan paspor. "Saya menduga mereka direkrut di Indonesia dengan tujuan penangkapan ikan (pelayaran) hanya di wilayah Indonesia saja," kata Erwin. Namun, kenyataannya mereka berlayar jauh dari wilayah Indonesia hingga sampai ke Taiwan. KDEI, kata Erwin, sering menerima laporan kasus seperti itu. "Setiap bulan ada saja pelaut Indonesia yang bekerja di kapal ikan yang melarikan diri dan masuk ke Taiwan secara ilegal," katanya. Saat petugas KDEI mengunjungi beberapa AK yang ditahan di penjara Kantor Polisi Neihu Distric, diperoleh informasi bahwa mereka direkrut oleh agensi ilegal di Bitung untuk bekerja di kapal ikan Taiwan yang beroperasi di Bitung, Bali, Arafura dan Maluku. "Mereka dijanjikan gaji Rp600.000 per bulan tetapi tidak mendapat penjelasan bahwa kapal itu akan berlayar hingga ke Kanada, Taiwan dan negara lainnya," katanya. Sesampainya di pelabuhan di luar negeri, ternyata mereka menerima kenyataan bahwa gaji yang diterima tidak sesuai dengan risiko selama berlayar, di samping status kerja mereka tidak jelas. Kondisi itu mendorong pelaut untuk lari dari pelabuhan dan masuk ke negara tempat kapal berlabuh secara ilegal. Mengenai perusahaan perekrut para pelaut tersebut, Erwin mengemukakan menurut keterangan dari beberapa ABK yang saat ini ditahan di Kantor Polisi Neihu, agensi ilegal yang merekrut mereka adalah Atan dan beroperasi di Manado. Dia orang Taiwan yang sudah mahir berbahasa Indonesia. Berkaitan dengan itu, Erwin mengimbau agar Kantor Imigrasi di Bitung, Manado, dan tempat lainnya agar waspada dan mencermati setiap pemberangkatan kapal ikan milik warga negara Taiwan. Dia juga menjelaskan sudah melaporkan kasus ini ke atasannya di Ditjen Imigrasi. (*)

Copyright © ANTARA 2006