Jakarta (ANTARA) - Pakar perilaku konsumen dari perusahaan konsultasi, riset, dan training  Inventure, ​​​​​​​Yuswohady, mengingatkan para penyedia transportasi daring untuk cepat beradaptasi di tengah perubahan tren konsumen di masa transisi, agar dapat terus menjawab kebutuhan mereka.

Baca juga: Keamanan dan integrasi, kunci utama transportasi umum kala pandemi

"Sangat penting bagi para pemain untuk cepat beradaptasi seperti sebelumnya dari enggak pandemi ke pandemi dan sekarang dari pandemi ke enggak pandemi," kata Yuswohady saat konferensi pers di Jakarta, Kamis.

Menurut dia. selama pandemi terjadi pergeseran prioritas dari para pelanggan transportasi daring yakni dari fitur menjadi keamanan dan kenyamanan selama menggunakan layanan guna mencegah penularan COVID-19.

Namun, di masa transisi, Yuswohady mengatakan prioritas keamanan dan kenyamanan itu kini telah berganti menjadi ketepatan waktu. Pasalnya, di masa transisi sudah banyak masyarakat kembali melakukan aktivitas seperti pergi ke kantor, kampus, sekolah, dan tempat lainnya yang menuntut mereka datang tepat waktu.

Sehingga, menurut dia, penyedia transportasi online harus cepat dan lincah dalam merespon pergeseran tersebut, serta menghadirkan inovasi solusi yang tepat terhadap hal yang paling dibutuhkan masyarakat yakni mengenai ketepatan waktu.

Baca juga: Pemerintah perlu batasi mobilitas ojek online, ini alasannya

"Penting bagi pemain untuk cepat-cepat masuk ke prioritas pelanggan yang baru ini. Intinya adalah pergeseran prioritas konsumen harus diikuti dengan inovasi dari layanan," ujar Yuswohady.

Pada kesempatan yang sama, Yuswohady juga mengingatkan pentingnya persaingan antar penyedia transportasi daring yang tak hanya bersifat fungsional tapi juga emosional.

Persaingan yang bersifat emosional, menurut dia, adalah dengan membuat layanan dan orang-orang di dalamnya termasuk pengemudi dapat menjadi trusted adviser atau konsultan terpercaya bagi konsumen. Misalnya, ketika pengemudi mampu memberikan dua pilihan rute perjalanan kepada pelanggannya dengan masing-masing risiko.

"Biasanya, ini muncul karena pelayanannya dilakukan dengan hati. Kan bisa saja penumpangnya diajak ambil jalan yang jauh agar argonya naik, tapi dia memberikan pilihan rute yang lebih enak agar pelanggan bisa sampai tujuan tepat waktu," kata Yuswohady.

"Dan ini enggak bisa cuma sekedar training. Training kan berhubungan dengan skill, pengetahuan. Tapi untuk sampai ke lubuk hatinya ini yang susah. Ini yang akan membedakan masing-masing operator," tutup dia.


Baca juga: Mitsubishi Outlander PHEV jadi armada transportasi online

Baca juga: Ini syarat Kemenhub izinkan transportasi online angkut penumpang

Baca juga: Luhut: Pemda bisa atur kebutuhan transportasi lewat Permenhub 18/2020

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022