Banda Aceh (ANTARA News) - Lima perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) akan segera beroperasi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) untuk memenuhi kebutuhan kayu bagi rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh yang mencapai 200 ribu meter kubik (M3). "Dari delapan HPH yang mengajukan, hanya lima yang kita beri ijin untuk beroperasi kembali di Aceh, sehingga kebutuhan kayu untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh itu bisa terpenuhi di masa mendatang," kata Menteri Kehutanan MS Kaban di Banda Aceh, Senin. Usai penandatanganan nota kesepakatan bersama (MoU) antara Departemen Kehutanan dengan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, ia menjelaskan, pemerintah, BRR dan elemen masyarakat lainnya dapat mengawasi operasional lima HPH tersebut, agar tidak menyalahi aturan yang telah ditetapkan. Lima HPH yang memperoleh izin beroperasi kembali di NAD itu antara lain PT Raja Garuda Mas (RGM), Aceh Inti Timber (AIT), Najamussalam dan Kruing Sakti. "Pemerintah tidak akan kompromi jika dalam pelaksanaan di lapangan terhanya HPH-HPH itu melakukan penyimpangan," tegasnya. Dalam operasionalnya, Pemerintah telah membuat suatu sistem pengawasan khusus terhadap HPH-HPH tersebut, kata Menteri. "Karenanya sejak awal kita sudah minta agar pemegang HPH itu harus memiliki komitmen untuk menjaga jangan sampai terjadi penyimpangan-penyimpangan. Ada satu kebijakan pengawasan khusus untuk mengetahui bahwa asal usul kayu tersebut memang legal," kata MS Kaban. Di pihak lain, ia berharap suplai kayu dari HPH untuk proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami ada unsur ekonomi. "Artinya, kita berharap tidak ada kutipan-kutipan liar yang justru berdampak pada kenaikan harga," jelas dia. Lebih lanjut, Menteri menjelaskan bahwa sebanyak 200 ribu M3 kayu dari operasional lima HPH itu untuk menutupi kebutuhan kayu jangka panjang proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh, sementara untuk waktu dekat akan dipasok dari kayu nasional dan donasi luar negeri. Sementara areal hutan produksi di seluruh Aceh saat ini seluas 650 ribu hektare. "Kami tegaskan kembali bahwa kayu-kayu yang diproduksi lima HPH itu tidak boleh dibawa kelua Aceh," ujar Menteri. MS Kaban menambahkan MoU antara Departemen Kehutanan dengan BRR Aceh-Nias itu merupakan tindaklanjut dari rapat di Kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta beberapa waktu lalu. "Dalam pelaksanaan MoU antara Departemen Kehutanan dan BRR itu disepakati bahwa penyediaan kayu dalam waktu dekat ini akan diutamakan dari sumber-sumber di luar NAD. Karenanya operasional lima HPH tersebut diarahkan untuk memenuhi kebutuhan kayu jangka panjang bagi kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi," kata Menteri.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006