akan disesuaikan dengan bobot pelanggaran yang dilakukan
Jakarta (ANTARA) -
Suku Dinas Pendidikan Jakarta Utara menyebut dua dari empat tenaga pendidik di SMAN 52 Jakarta terlibat aktif dalam kasus intoleransi beberapa waktu lalu.
 
"Untuk yang diduga terlibat, awalnya kan ada empat, tapi hasil dari penyisiran, dua orang hanya pasif," kata Kepala Suku Dinas (Kasudin) Pendidikan Wilayah II Jakarta Utara Purwanto saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
 
Purwanto menjelaskan bahwa kedua orang pendidik yang disebutnya pasif, hanya berada dalam satu ruangan dengan dua oknum pendidik yang lebih aktif, dan tidak mengerti apa-apa.
 
"Namanya ruangan luas dan lebar kan ada dalam ruangan. Itu dua orang hanya oke-oke sifatnya pasif mengaminkan, mengiyakan, ibarat begini, 'Gimana pak? Gini' 'ya'," ucap Purwanto.
 
Sehingga terkait dengan sanksi, kata dia, kedua oknum tenaga pendidik yang pasif tersebut mendapat yang lebih ringan dibanding oknum pendidik yang lebih aktif
 
Sementara, kata Purwanto, dua oknum pendidik yang disebutnya aktif memiliki tingkatannya sendiri, di mana salah satu tenaga pengajar yakni E sebagai inisiator dan paling aktif.
 
"Saya harus bertingkat kan, yang paling aktif itu kan yang paling berat gitu lah bobotnya (sanksinya). Kalau ada yang memang enggak mengerti apa-apa tapi dalam satu ruangan, ya kita kan enggak bisa berbuat apa-apa, enggak bisa menindak apa-apa," tuturnya.
 
Terkait dengan satu tenaga pendidik yang disebutnya aktif selain oknum tenaga pengajar berinisial E, Purwanto menyatakan akan disesuaikan dengan bobot pelanggaran yang dilakukan.
 
"Jadi sekarang masih berproses ya. Kan harus ditelisik satu-satu gitu kan. Dan akan berbeda (tingkat sanksinya) sesuai bobotnya," ucap dia.
 
Sebelumnya, setelah dilakukan BAP atas kasus intoleransi bernada SARA terkait pemilihan ketua OSIS beberapa hari lalu, Purwanto mengeluarkan surat pemberhentian sementara dari jabatan wakil kepala sekolah kepada oknum ASN yang diduga mengkondisikan pemilihan Ketua OSIS di sekolah yang ada di Cilincing, Jakarta Utara itu.
 
Tujuannya, kata Purwanto, mempermudah proses-proses selanjutnya terkait dengan penanganan terhadap peristiwa tersebut.
 
Namun, pemberhentian permanen belum dilakukan karena masih menunggu komunikasi balasan dari Tim Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan saran pendapat dari Inspektorat dan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta.
 
Purwanto juga menegaskan kepada sekolah yang bersangkutan agar setiap pemilihan hendaknya dilakukan berdasarkan kompetensi calon yang bertarung dalam pemilihan tersebut.
 
Purwanto ingin sekolah memberikan contoh kepada siswanya mengenai demokrasi yang baik adalah memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada calon yang memenuhi kompetensi untuk bisa mengkampanyekan dirinya agar terpilih sebagai pemimpin.
 
"Yang diajukan harus karena kompetensinya. Karena sebelum pemilihan kan dia berorasi, semacam kampanye. Itu kan siswa yang lain kan bisa menakar kompetensi calon yang ada, jadi bukan dasarnya yang lain," kata Purwanto.
 
Purwanto mendapat informasi dari pengawas sekolah di Cilincing, Jakarta Utara tersebut, yang dulunya juga mantan guru sekolah itu bahwa tidak benar ada peristiwa 'kecolongan' terpilihnya Ketua OSIS di sekolah mereka yang harus berdasarkan agama.
 
"Saya sudah tanyakan kepada guru-guru lama tidak ada tradisi seperti itu. Informasi dari pengawas yang mantan guru, tradisi itu tidak ada. Jadi kembali lagi ini hanya (subjektif) pemahaman Wakil Kepala Sekolahnya saja," kata Purwanto.
Baca juga: Disdik DKI terapkan sanksi tegas kepada oknum intoleran
Baca juga: Ketua FKUB minta tokoh agama gencarkan dakwah lewat media sosial
Baca juga: Anggota parlemen menilai pentingnya penerapan moderasi beragama

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022