Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata sepakat untuk melakukan kerja sama dengan Ketua Hukum Adat (APHA) Indonesia Dr. Laksanto Utomo utamanya dalam bidang penelitian hukum dan peningkatan kapasitas hakim, khususnya terkait dengan hukum adat.

“Kedudukan peradilan adat sebagai salah satu lembaga penyelesaian sengketa di Masyarakat Hukum Adat belum mendapatkan pengakuan dari Lembaga Peradilan di Indonesia,” kata Laksanto dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Usulan lainnya dalam pertemuan tersebut adalah membuat peradilan adat dan mendorong agar Mahkamah Agung (MA) berkenan membuatkan Surat Edaran (SE) untuk melembagakan para dosen adat di berbagai universitas agar diberdayakan untuk menjadi ahli bidang adat jika ada sengketa di pengadilan negeri atau pengadilan lainnya.

Kesepakatan itu disampaikan dalam kunjungan dengan Dewan Pengurus dan Pembina dari Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, pada Selasa.

APHA memberikan masukan kepada Komisi Yudisial, yakni tentang peran peradilan adat yang sampai saat ini masih hidup dan berlangsung di beberapa wilayah di Indonesia.

Untuk itu maka perlu dilakukan penelitian-penelitian tentang lembaga peradilan adat di seluruh masyarakat hukum adat (MHA) di Indonesia, untuk mengetahui perkembangan peradilan hukum adat yang terjadi.

Sementara itu, Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata menegaskan, pihaknya akan segera menindak lanjuti usulan dari APHA Indonesia, karena hal itu banyak yang sesuai dengan tugas dan fungsi KY.

Lembaga ini mempunyai tiga tugas utama, yakni memilih para anggota Mahkamah Agung (MA), meningkatkan kapasitas keilmuan para hakim, termasuk meningkatkan pakta integritas kode etik hakim, dan melakukan pembelaan advokasi para hakim yang terkena serangan saat melakukan tugas baiknya.

Sampai saat ini, kebanyakan masyarakat hanya mengerti tugas yang pertama, meskipun KY sudah melakukan 16 kali pelatihan dan peningkatan kapasitas para hakim per tahunnya.

Terkait penelitian dan peningkatan kapasitas, ia akan segera bicarakan dengan para komisi lainnya, namun untuk pembuatan pengadilan adat dan mendorong MA untuk membuat SE, perlu dilakukan pembicaraan bersama, utamanya dengan Ketua MA dan para pejabat terkait lainnya.

“Intinya usulan itu baik sebagai masukan, karena saya sendiri background-nya juga sebagai seorang dosen dari Univ Muhammadiyah Yogyakarta,” kata Mukti Fajar.

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022