Surabaya (ANTARA) - Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Ferry Efendi, SKep, Ns, MSc, PhD masuk dalam jajaran The World’s Top 2% Scientist 2022 yang dirilis oleh Stanford University dan Elsevier.

"Ini pertama kalinya saya masuk ke dalam jajaran The World’s Top 2% Scientist 2022. Tidak menduga bisa masuk dalam top 2 persen peneliti dunia," kata Ferry dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Rabu.

Dia menjelaskan, untuk meraih predikat tersebut tidak mudah karena setiap peneliti yang ada dalam jajaran tersebut harus memiliki dampak dan kualitas yang tinggi dalam publikasi di jurnal internasional, khususnya dilihat dari sitasinya.

Ketertarikan Ferry dalam menulis berawal saat dirinya menjadi mahasiswa Ilmu Keperawatan Unair yang saat itu masih berada di bawah naungan Fakultas Kedokteran pada 2001. Sejak menjadi mahasiswa, Ferry sudah aktif mengikuti ajang kompetisi seperti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM).

Baca juga: 12 dosen dan peneliti UI masuk World's Top 2 Percent Scientists 2022

Baca juga: Periset BRIN masuk dalam "Top 2% World Ranking Scientists 2021"


Motivasi menulisnya didasari oleh keinginan Ferry yang ingin mendapatkan pengalaman serta kesempatan untuk jalan-jalan gratis mengelilingi Indonesia.

"Waktu itu saya dan teman-teman ingin dapat pengalaman dan jalan-jalan gratis. Kita nggak punya apa-apa, tapi punya ide dan semangat," kata dia.

"Jadi melalui PKM bisa mendapatkan dana. Ikut LKTM juga dapat award, pendanaan, dan jalan-jalan ke seluruh Indonesia. Ke sana kemari gratis, banyak ilmu baru yang didapat, ketemu orang-orang baru, orang-orang yang hebat, dan paling penting belajar dari pengalaman para pemenang," ujar dia.

Setiap momen yang dilaluinya memberikan proses pembelajaran yang berarti bagi Ferry dalam prosesnya meniti karir hingga saat ini.

"Akibat bertemu orang-orang hebat di situ saya merasa bahwa tidak ada batas waktu untuk belajar. Ternyata setiap momen penuh dengan proses pembelajaran sehingga memotivasi saya untuk mau berkarya, menulis, dan meneliti," kata dia.

Bagi Ferry, momen terindah saat masa kuliah adalah saat Ferry dan tim berhasil menyabet medali emas pada PKM Pengabdian Masyarakat pada 2006.

"Motivasi itu terbangun hingga lulus. Sehingga setiap tahunnya dapat nominasi dan medali dari berbagai kegiatan kemahasiswaan. Puncaknya saat dapat emas PKM Pengabdian Masyarakat yang merupakan hadiah terindah," kata sekretaris Lembaga Inovasi, Pengembangan Jurnal, Penerbitan, dan Hak Kekayaan Intelektual (LIPJPHKI) Unair tersebut.

Menulis dan meneliti sudah menjadi aktivitas sehari-hari bagi Ferry. Namun baginya proses penelitian memiliki tantangan yang lebih berat.

"Kalau menulis itu ending-nya, hulunya itu meneliti. Meneliti ini yang berat karena harus siap dananya, siap sumber daya manusia (SDM), siap ekosistemnya," kata dia.

Menurut dia, membangun sebuah ekosistem yang ramah penelitian membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Tantangan akan terasa sangat berat apabila seorang peneliti berada pada lingkungan yang minim akan dukungan untuk senantiasa berkembang.

Kendati demikian, Ferry bersyukur karena menurutnya Unair memiliki ekosistem yang excellent bagi bisnis proses penelitian.

"Saya bersyukur karena di Unair ekosistemnya bagus. Dukungan yang diberikan luar biasa, kita semua difasilitasi. No excuse untuk tidak produktif, untuk tidak melakukan riset sehingga sampai publikasi," kata dia.

Selain itu dibutuhkan kerja tim dalam melakukan penelitian hingga publikasi. "Tidak bisa melakukan sendiri. Semua proses riset dan publikasi tidak mudah jadi butuh kerja keras, cerdas, dan tim," kata dia.

Ferry berpesan kepada seluruh civitas akademika Unair untuk membiasakan diri melakukan suatu tindakan berdasarkan bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Hal ini merupakan salah satu tip yang dapat membantu untuk menanamkan budaya ilmiah sejak dini.

"Apapun perilaku atau tindakan setidaknya berbasis bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Membangun budaya ilmiah seperti meneliti dan menulis perlu dilatih, dibiasakan, dan dipaksa," kata dia.

Selain itu, membiasakan diri untuk konsisten menulis menjadi kiat-kiat awal bagi civitas akademika Unair yang ingin menjadi peneliti dan menghasilkan publikasi yang berkualitas.

"Paling tidak civitas akademika yang sudah melakukan penelitian membiasakan untuk mau menulis setidaknya sehari sejam agar konsisten. Harapan ke depan adalah karya yang dihasilkan bisa memberikan manfaat lebih kepada masyarakat," ujar Ferry.*

Baca juga: Forum N20, ahli syaraf diskusi soal biaya tinggi pengobatan neurologi

Baca juga: Unair tembus peringkat 81 kampus terbaik Asia versi QS WUR


Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022